Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Sebut UU Cipta Kerja Cacat Prosedur dan Substansi

Kompas.com - 11/10/2020, 11:04 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengatakan, terdapat dua masalah utama dalam undang-undang (UU) Cipta Kerja yang baru saja disahkan.

Kedua masalah tersebut adalah UU Cipta Kerja yang cacat secara prosedur dan materil atau substansi.

"Secara prosedur UU Cipta Kerja ini tidak transparan, tidak sesuai dengan tata cara atau asas dalam pembentukan sebuah peraturan perundang-undangan yang baik sehingga cacat secara demokrasi," ujar Syaikhu dalam konsolidasi nasional dengan seluruh Ketua DPW PKS se-Indonesia secara daring, dikutip dari siaran pers, Minggu (11/10/2020).

Baca juga: Fraksi PKS Layangkan Surat ke Baleg, Minta Draf Final UU Cipta Kerja

Secara prosedur, kata Syaikhu, pembahasan UU Cipta Kerja dilakukan tergesa-gesa.

Hal tersebut tampak dari naskah rancangan UU (RUU) yang belum final sehingga belum bisa diakses publik tetapi sudah disahkan dalam paripurna.

"Pembahasan juga tidak memperhatikan dan tidak empati terhadap situasi krisis bangsa yang sedang menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi akibat Pandemi Covid-19," kata Syaikhu.

Sementara secara substansi, kata dia, UU Cipta Kerja juga memiliki beragam persoalan, antara lain memuat substansi liberalisasi sumber daya alam yang dapat mengancam kedaulatan negara.

Hal tersebut tergambar melalui pemberian kemudahan pihak swasta dan asing dalam pembentukan Bank Tanah.

"Lalu memuat substansi pengaturan yang merugikan pekerja atau buruh Indonesia melalui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha," kata dia.

Pengaturan tersebut di antaranya adalah soal pesangon yang memang tidak hilang, tetapi dikurangi dari semula 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji.

Adapula aturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.

Syaikhu mencontohkan, pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai telah dihapus.

Kemudian, partisipasi masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang dikurangi, dan tidak dilibatkannya lagi pemerhati lingkungan.

"UU Cipta Kerja ini juga berpotensi membuka ruang untuk liberalisasi pendidikan. Kewenangan pemerintah untuk mengatur semua bidang pendidikan menjadi tidak terbatas," kata dia.

Syaikhu mengatakan, cacat substansi lainnya yang muncul dalam UU Cipta Kerja adalah soal pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang berpotensi bertentangan dengan konstitusi dan supremasi hukum.

Baca juga: Sekjen PKS Desak Presiden Jokowi Terbitkan Perppu Batalkan UU Cipta Kerja

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com