Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Kabar Demokrasi di Omnibus Cipta Kerja

Kompas.com - 11/10/2020, 09:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pembentukan itu sendiri didefinisikan mulai tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan. Jadi, tidak hanya di tahap pembahasan. Namun di semua tahapan, masyarakat berhak memberikan masukan.

Bivitri juga memotret anomali pembahasan Omnibus Cipta Kerja. Pembahasan dilakukan di masa reses dan pandemi Covid-19 yang meningkat. Lokasi pembahasan di hotel-hotel mewah. Bahkan keberatan anggota DPR dari Partai Demokrat dan PKS saat rapat paripurna diabaikan.

Cedera demokrasi

Akibat minim partisipasi dan transparansi di atas, ibarat pepatah lama, ada asap, ada api, maka reaksi hebat demonstrasi besar di awal Oktober pasca persetujuan UU Cipta Kerja merupakan hal sukar dielakan.

Pasti ada ekses. Perusakan benda publik. Luka dan cedera di dua belah pihak (aparat dan pendemo). Serta proses-proses hukum pada pelaku yang dianggap anarki. Memprihatinkan dan duka cita kita semua.

Tentu, hal ini seharusnya bisa diantisipasi ketika kadar partisipasi dan transparansi sedari awal ditingkatkan mutu, dosis dan praktiknya.

Bagi penulis, ke depan harus ada solusi. Dalam benak penulis ada dua kemungkinan.

Pertama, Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang menunda UU Cipta Kerja.

Atau, kedua, para pihak yang merasa dirugikan secara konstitusional melakukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam konsep perlindungan hukum, model mengajukan ke MK merupakan model---dalam perspektif teori Philipus M Hadjon (Perlindungan Hukum,1987)---perlindungan hukum represif yaitu perlindungan diberikan lembaga peradilan saat setelah ada sengketa.

Tentu, lebih indah lagi, jika perlindungan hukum preventif yang dimajukan. Yakni optimalisasi pembahasan suatu rancangan produk hukum sebelum disahkan dengan memastikan pihak pemangku kepentingan—khususnya yang terkena kebijakan----dilibatkan.

Ada pelajaran yang dapat dipetik. Ke depan, kita harus membenahi sistem demokrasi kita. Menurut Yudi Latif, konsolidasi demokrasi yang bersandar semata pada demokrasi prosedural tidaklah cukup memadai. Demokrasi prosedural sebatas dimaknai kemerdekaan rakyat memilih pemimpinnya.

Namun, demokrasi prosedural harus ditutup celah potensi kecacatannya dengan demokrasi substansial. Demokrasi yang membawa kebijakan publik dikontestasi terbuka dan partisipasi publik niscaya didalamnya.

Dalam demokrasi yang ideal ruang publik menduduki tempat sentral. Ruang publik adalah arena di mana para warga dapat menyampaikan aspirasinya kapan pun.

Namun ruang publik ini harus dijaga agar tidak dikolonialisasi oleh salah satunya fundamentalisme pasar di mana dalam tulisan Gusti AB Meloh (2015:200), fundamentalisme pasar berambisi menjadikan mekanisme pasar bukan hanya sebagai prinsip pengatur kinerja bidang ekonomi, tetapi sebagai satu-satunya prinsip pengatur seluruh bidang kehidupan dalam semesta tatanan bermasyarakat.

Dengan demikian, dalam pandangan F Budi Hardiman, ruang publik harus dijernihkan dari pelbagai penyakit yang berpotensi melumpuhkannya sehingga ruang publik dapat berperan sebagai “papan pantul untuk masalah-masalah” atau “sistem peringatan dengan sensor-sensor yang tidak terspesialisasi namun sensitif ke seluruh masyarakat”.

Pada akhirnya kita harus merenungi tiga hal, khususnya pada pemangku kekuasaan.

Pertama, apakah demokrasi yang serba voting, serba mayoritas dan sangat liberal ini sudah sesuai dengan amanah pendiri negara dalam Pembukaan UUD 1945 yang menghendaki musyawarah itu bukan sekedar otak atik jumlah suara.

Kedua, bagaimana mendorong agar akses informasi, partisipasi publik dan transparansi menjadi tiga indikator yang bisa menjadi bagian untuk menentukan keabsahan produk hukum.

Ketiga, bagaimana masa depan demokrasi jika terbiasa kebenaran ditunggalkan. Bukankah kebenaran di ruang publik seharusnya hasil diskusi, tukar tambah gagasan, dan perdebatan rasionalitas antar pemangku kepentingan. Ini menuntut kearifan semua pihak demi republik yang kita cintai bersama.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Nasional
Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Nasional
Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Nasional
Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Nasional
Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Sampaikan 7 Fakta Kecurangan Pilpres di Dalam Dokumen Kesimpulan

Tim Hukum Anies-Muhaimin Sampaikan 7 Fakta Kecurangan Pilpres di Dalam Dokumen Kesimpulan

Nasional
Pasca-serangan Iran ke Israel, Kemenlu Terus Pantau WNI di Timur Tengah

Pasca-serangan Iran ke Israel, Kemenlu Terus Pantau WNI di Timur Tengah

Nasional
Temui Megawati, Ganjar Mengaku Sempat Ditanya karena Tak Hadiri 'Open House' di Teuku Umar

Temui Megawati, Ganjar Mengaku Sempat Ditanya karena Tak Hadiri "Open House" di Teuku Umar

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Kritik Megawati Ajukan 'Amicus Curiae' ke MK

Kubu Prabowo-Gibran Kritik Megawati Ajukan "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Soal Gibran Ingin Bertemu, Ganjar: Pintu Saya Tidak Pernah Tertutup

Soal Gibran Ingin Bertemu, Ganjar: Pintu Saya Tidak Pernah Tertutup

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com