Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Kabar Demokrasi di Omnibus Cipta Kerja

Kompas.com - 11/10/2020, 09:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


ADA yang absen dari diskusi pasal-pasal Omnibus Cipta Kerja: legitimasi. Bisa jadi nutrisi untuk membentuk Omnibus Cipta Kerja berangkat dari hal mulia. Pemangkasan birokrasi. Kemudahan perizinan. Ujungnya ramah investasi. Logika yang dibangun, dengan investasi yang progresif, lapangan kerja terbuka. Kolestrol hambatan bagi pertumbuhan ekonomi terkikis.

Namun, maksud mulia tentu harus diiringi cara yang elok. Membayangkan RUU Omnibus Cipta Kerja yang setebal 905 halaman dan 186 pasal dengan lebih dari 70 UU yang dikupas, selesai dalam jangka waktu enam bulan, rasanya membuat merinding bulu kuduk.

Dipastikan, Pemerintah, DPR dan DPD, kerja ngebut. Nyisir Daftar Inventaris Masalah (DIM) satu persatu, kurang istirahat dengan perdebatan antar pasal yang tak terbayangkan.

Namun apakah itu cukup? Apakah yang legal selalu legitim? Apakah prosedural dosisnya setara dengan substansial?

Maka, tulisan ini hendak menulis sisi lain yang mungkin kurang mendapat perhatian. Mutu legitimasi dalam pembentukan hukum di negara demokrasi.

Demokrasi deliberatif

ADA pakar filsafat yang sangat peduli soal soal partisipasi, diantaranya, Juergen Habermas. Filsuf kebangsaan Jerman ini mengajukan gagasan yang dinamakan demokrasi deliberatif. Dipaparkan dengan apik oleh F Budi Hardiman, dalam buku Demokrasi Deliberatif (2009).

Menurutnya, demokrasi deliberatif berasal dari kata Latin, “deliberatio” yang dalam bahasa Inggris menjadi “delibration”. Konsultasi atau menimbang-nimbang.

Jadi, teori demokrasi deliberatif itu tidak memusatkan diri pada penyusuan daftar aturan-aturan tertentu yang menunjukkan apa yang harus dilakukan warga. Melainkan pada prosedur untuk menghasilkan aturan-aturan itu.

Dengan kata lain, model demokrasi deliberatif meminati persoalan-persoalan kesahihan keputusan-keputusan kolektif yang misalnya tercermin pada keputusan hukum oleh negara.

Jadi, dalam paradigma demokrasi deliberatif, legitimitas tidak terletak pada hasil komunikasi politik. Atau produk hukum. Namun, pada proses komunikasinya. Atau pada proses penyusunan produk hukum.

Intinya, betapapun koheren, sistematis dan estetisnya suatu kebijakan publik—misal---dibingkai untuk kesejahteraan pekerja, kemudahan investasi dan bahkan memberantas korupsi---namun jika tidak lebih dahulu diuji secara diskursif dalam terang publik atau ditetapkan begitu saja oleh otoritas. Maka, kebijakan atau produk hukum misalnya itu, tidak mendapat legitimitas.

Dalam kasus RUU Omnibus Cipta Kerja, Bivitri Susanti (Politik Hukum Omnibus Cipta Kerja, Kompas,10 Oktober 2020:6) menyebut proses pembentukan RUU Cipta Kerja sebagai proses ugal-ugalan. Tidak partisipatif dan tidak transparan.

Ratusan mahasiswa Universitas Pattimura Ambon memblokade Jembatan Merah Putih saat berunjuk rasa menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja di Ambon, Kamis (8/10/2020). Aksi unjuk rasa tersebut berakhir bentrok dengan aparat kepolisianKOMPAS.COM/RAHMAT RAHMAN PATTY Ratusan mahasiswa Universitas Pattimura Ambon memblokade Jembatan Merah Putih saat berunjuk rasa menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja di Ambon, Kamis (8/10/2020). Aksi unjuk rasa tersebut berakhir bentrok dengan aparat kepolisian

Tim naskah dan RUU didominasi oleh pengusaha. Padahal banyak pasal-pasal yang membahas nasib pekerja.

Dokumen pun baru dipublikasikan Februari 2020—ketika tahap pembahasan.

Sisi lain, Pasal 96 UU Nomor 12 tahun 2011 sebagaimana diubah UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan hak masyarakat memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com