Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Bantah UU Cipta Kerja Permudah PHK, Bagaimana Faktanya?

Kompas.com - 10/10/2020, 06:01 WIB
Ihsanuddin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menyebut banyak disinformasi dan hoaks yang membuat Undang-Undang Cipta Kerja mendapat penolakan masyarakat.

Salah satunya soal pemutusan hubungan kerja (PHK).

Jokowi membantah UU Cipta Kerja akan mempermudah perusahaan melakukan PHK sepihak terhadap karyawannya.

"Apakah perusahaan bisa PHK kapan pun secara sepihak? Tidak benar. Yang benar perusahaan tidak bisa PHK secara sepihak," kata Jokowi dalam keterangan pers dari Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (9/10/2020)

Bagaimana faktanya?

Baca juga: Jokowi Sebut UU Cipta Kerja Permudah Izin Usaha UMKM

Jika membandingkan UU Cipta Kerja dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka ada sejumlah aturan yang berubah terkait PHK.

Pasal 161 UU Ketenagakerjaan mengatur, pengusaha dapat melakukan PHK jika pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur di perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Namun, PHK baru bisa diberlakukan setelah pekerja diberikan surat peringatan hingga tiga kali secara berturut-turut.

Pasal tersebut dihapus melalui UU Cipta Kerja.

Sebagai gantinya, dalam UU Cipta Kerja ditambahkan pasal 154A huruf j yang mengatur hal serupa.

Baca juga: Jokowi Sebut Cuti Tak Dihapus di RUU Cipta Kerja, Begini Faktanya

Namun ketentuan mengenai surat peringatan tiga kali berturut-turut tak lagi tercantum dalam ketentuan baru itu.

Lalu buruh juga menyoroti pasal 155 UU Ketenagakerjaan juga dihapus melalui UU Cipta Kerja.

Pasal tersebut mengatur bahwa PHK yang dilakukan tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial batal demi hukum.

Selain itu, pasal itu juga mengatur perusahaan bisa melakukan skorsing terhadap pekerja yang masih dalam proses PHK, namun tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja

"Jika tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa PHK tanpa izin dari lembaga penyelesaian hubungan industrial adalah batal demi hukum dan tidak ada kewajiban untuk membayar upah hak lain selama proses perselisihan berlansung, PHK akan semakin mudah," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal.

Baca juga: Pernyataan Jokowi soal UU Cipta Kerja Dinilai Tak Jawab Persoalan

Buruh juga menyoroti sejumlah pasal tambahan terkait PHK dalam UU Cipta Kerja yang sebelumnya tak ada di UU Ketenagakerjaan.

Salah satunya penambahan Pasal 154 A ayat 1 huruf (b) yang mengatur bahwa perusahaan dapat melakukan PHK atas alasan efesiensi.

"Dengan pasal ini, bisa saja perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi meskipun sedang untung besar," kata Said Iqbal.

Lalu ada juga penambahan Pasal 154 A ayat 1 huruf (i) yang menyebutkan perusahaan bisa melakukan PHK karena karyawan mangkir.

Namun tak ada ketentuan mangkir dalam waktu berapa lama.

"Sehingga bisa hanya 1 hari. Padahal dalam UU 13 Tahun 2003, PHK karena mangkir hanya bisa dilakukan setelah mangkir 5 hari berturut-turut dan dipanggil minimal 2 kali secara tertulis," kata Said Iqbal.

Adapun permintaan buruh, semua hal yang mengatur mengenai PHK dikembalikan kepada UU No 13 Tahun 2003.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com