JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kelompok masyarakat sipil berencana mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Judicial review dinilai sebagai upaya konstitusional yang paling tepat, setelah pihak Istana memastikan tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu.
Meskipun sebelumnya menguat desakan publik agar Presiden Joko Widodo menerbitkan perppu tersebut. Bahkan, seiring dengan desakan itu, sejumlah aksi unjuk rasa digelar di berbagai daerah untuk menyikapi pengesahan UU tersebut.
MK pun diharapkan dapat bersikap netral ketika menangani permohonan uji materi kelak.
Baca juga: Penjelasan Sekjen DPR soal Draf UU Cipta Kerja yang Tak Dibagikan Saat Rapat Paripurna
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuturkan, rencana pengajuan judicial review menguat setelah aksi mogok nasional yang dilakukan kelompok buruh selama tiga hari terakhir sejak Selasa (6/10/2020) hingga Kamis (8/10/2020) kemarin.
"Langkah lebih lanjut yang akan diambil secara konstitusional antara lain membuat gugatan melalui jalur hukum untuk membatalkan omnibus law UU Cipta Kerja," kata Said dalam keterangan tertulis, Jumat (9/10/2020).
Selain perlawanan di MK, KSPI bersama 32 federasi buruh lainnya juga akan melanjutkan aksi penolakan dengan cara konstitusional lainnya.
Baca juga: Polri Sebut Polisi Turut Jadi Korban Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja
Dukungan atas rencana judicial review juga diberikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, pengajuan judicial review merupakan langkah terhormat dan tepat dibanding melakukan mobilisasi massa.
Terlebih, pada saat ini Indonesia dan seluruh masyarakat di dunia tengah menghadapi situasi pandemi Covid-19.
"Nahdlatul Ulama membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi," kata Said Aqil melalui keterangan tertulis, Jumat.
Baca juga: Demo UU Cipta Kerja, Epidemiolog Ingatkan Potensi Klaster Demonstran
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menuturkan, sejak awal pihaknya telah meminta DPR untuk menunda, bahkan membatalkan pembahasan omnibus law UU Cipta Kerja. Ia pun berpandangan bahwa judicial review merupakan sebuah langkah yang tepat untuk dilakukan.
“Kalau memang terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU dapat melakukan judicial review. Demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru,” ucap Mu'ti melalui keterangan tertulis, Rabu (7/10/2020).
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mempersilahkan pihak-pihak yang keberatan dengan isi UU Cipta Kerja mengajukan judicial review ke MK.
Baca juga: Akan Ajukan Judicial Review ke MK, Forum Rektor Lampung Bedah UU Cipta Kerja secara Ilmiah
Ia menegaskan, pemerintah tidak akan mencegah pihak yang kontra terhadap omnibus law untuk mengajukan permohonan uji materi tersebut. Sebab, cara itu dipandang lebih baik dibandingkan dengan pengerahan massa dan bertindak anarki.
"Silahkan, itu kita anjurkan. Itu yang betul. Pergi saja ke Mahkamah Konstitusi, itu kan jalur yang benar. Masukkan saja judicial review, itu kan boleh," kata Luhut dalam tayangan virtual Satu Meja the Forum Kompas TV, Rabu.
Adapun MK memastikan akan bersikap netral jika ada pihak yang hendak mengajukan judicial review atas UU Cipta Kerja.
Baca juga: Jokowi Belum Bicara soal UU Cipta Kerja, KSP: Menteri Sudah Konferensi Pers
Juru Bicara MK Fajar Laksono menyatakan, sekalipun sebelumnya Presiden Jokowi pernah menyampaikan permohonan agar MK mendukung UU Cipta Kerja, pihaknya tak akan terpengaruh dengan pernyataan tersebut.
"Sebagai pernyataan politik ya itu tak bisa dihindarkan. Tapi, semua tahulah, MK tak terlibat dalam dukung mendukung suatu UU atas nama kewenangan yang dimiliki. Dan, saya meyakini, MK tak pernah menyampaikan pendapat atau pernyataan soal dukung mendukung UU," kata Fajar saat dihubungi, Kamis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.