JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar menjawab sejumlah kekhawatiran investor asing terkait Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin (5/10/2020).
"Kekhawatiran yang dimiliki oleh pihak-pihak ini kebanyakan fokus pada dua elemen dari omnibus law, yakni terkait lingkungan dan isu-isu ketenagakerjaan," kata Mahendra saat kegiatan 'Indonesia-US Virtual Business Meeting', Jumat (9/10/2020), seperti dilansir dari Antara.
Ia menjelaskan, UU Cipta Kerja merevisi sekitar 80 undang-undang yang ada untuk memperbaiki kepastian hukum dan menangani ketidakselarasan undang-undang yang ada. Pada saat yang sama juga untuk menyederhanakan seluruh aktivitas bisnis termasuk prosedur investasi.
Baca juga: Kemenko Perekonomian: Amdal Tidak Dihapus di UU Cipta Kerja
Menyangkut isu lingkungan, Mahendra menegaskan, Pasal 22 UU Cipta Kerja mengharuskan investor untuk melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebelum mendapatkan izin usaha dari pemerintah.
"Analisis harus dilakukan secara ilmiah dan melibatkan semua pemangku kepentingan yang relevean, termasuk komunitas lokal yang berada di sekitar area proyek. Apabila analisis tidak dilakukan, maka izin usaha akan dicabut," terang dia.
Pada pasal yang sama, imbuh Mahendra, juga mewajibkan setiap investor untuk menyediakan anggaran rehabilitasi lingkungan, yang akan dialokasikan untuk merehabilitasi alam jika terjadi kerusakan atas implementasi proyek yang diinvestasikan.
Lebih jauh, Wamenlu juga menyinggung Pasal 36 UU Cipta Kerja yang memiliki nilai strategis bagi hutan tropis untuk melawan perubahan iklim, degradasi ekosistem dan kepunahan keanekaragaman hayati.
Selain itu, ia mengatakan, di dalam UU Cipta Kerja juga dimasukkan aturan terkait penginderaan jauh tingkat lanjut sebagai dasar untuk menetapkan batas hutan, yang dikatakan akan membantu untuk mencapai tindakan yang lebih baik dalam mitigasi perubahan iklim, terutama dalam memerangi kebakaran hutan dan degradasi lahan.
Dalam kesempatan itu, Mahendra menjelaskan bahwa Pasal 81 UU Cipta Kerja memastikan pemberlakuan jam kerja yang layak dengan tetap menetapkan adnaya pembatasan sebagaimana tertuang dalam Pasal 77 UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam hal ini, jam kerja yang berlaku bagi setiap karyawan tidak melebihi 48 jam per pekan sebagaimana dimandatkan dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO).
"UU ini juga menetapkan jam kerja fleksibel bagi sejumlah sektor termasuk ekonomi digital, menjamin hak cuti untuk melahirkan, menyusui saat jam kerja, dan cuti untuk keperluan kelarga dan keagamaan," terangnya.
Baca juga: KontraS Terima 1.500 Aduan Kekerasan Aparat Selama Demo Tolak UU Cipta Kerja
Selain itu, ia menegaskan bahwa kebebasan berasosiasi dan hak serikat kerja untuk mewakili anggotanya tetap terjamin.
Di samping juga adanya pengaturan gaji minimimal untuk pemenuhan kebutuhan dasar, syarat-syarat pemutusan hubungan kerja dan periode yang relevan sesuai Konvensi 158 ILO dan tetap adanya pembayaran pesangon.
Sebelumnya, 35 investor global menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo terkait pengesahan UU Cipta Kerja.
Ke-35 investor itu diketahui memiliki nilai aset kelolaan (asset under management/AUM) sebesar 4,1 triliun dollar AS.
Di dalam surat terbuka tersebut dijelaskan bahwa UU Cipta Kerja berisiko merusak kondisi lingkungan, sosial, juga pemerintahan.
Baca juga: Naskah UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
Para Investor global tersebut khawatir dengan adanya perubahan kerangka perizinan, berbagai persyaratan pengelolaan lingkungan dan konsultasi publik serta sistem sanksi bakal berdampak buruk terhadap lingkungan, hak asasi manusia, serta ketenagakerjaan.
Hal itu dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian yang signifikan dan bisa memengaruhi daya tarik pasar Indonesia.
"Meskipun kami menyadari perlunya reformasi hukum bisnis di Indonesia, kami memiliki kekhawatiran tentang dampak negatif dari tindakan perlindungan lingkungan tertentu yang dipengaruhi oleh Omnibus Law Cipta Kerja. Kami memiliki kekhawatiran tentang dampak negatif dari langkah-langkah perlindungan lingkungan yang dipengaruhi oleh Omnibus Law UU Cipta Kerja,” kata Peter van der Werf, dari Robeco dikutip dari Reuters (5/10/2020).
Reuters memberitakan, 35 investor yang menuliskan surat terbuka di antaranya adalah Aviva Investor, Legal & General Investment Management, Chruc of England Pensions Board, Robevo, dan Sumitomo Mitsui Trust Assets Management.
Baca juga: Mahfud Bantah UU Cipta Kerja Hilangkan Pesangon PHK, Faktanya?
Omnibus law UU Cipta Kerja dikhawatirkan dapat menghambat upaya perlindungan terhadap hutan Indonesia. Dampak jangka panjangnya, dunia akan semakin kesulitan menghambat terjadinya kepunahan aneka ragam hayati dan memperlambat perubahan iklim yang kini menjadi masalah bersama penduduk Bumi.
Meski UU disahkan untuk meningkatkan investasi asing di Indonesia, namun UU ini dianggap memiliki risiko bertentangan dengan standar praktik internasional yang bertujuan mencegah bahaya yang tidak diinginkan dari kegiatan bisnis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.