Sisi kemanusiaan tidak melulu didefinisikan dengan kondisi terpidana yang sakit parah dan tidak mengakses layanan kesehatan dari dalam lembaga pemasyarakatan.
Menurut Anam, lamanya terpidana mati menunggu eksekusi mati juga dapat dipertimbangkan sebagai alasan kemanusiaan.
Sebab, kata dia, lamanya menunggu eksekusi mati juga berpengaruh pada kondisi mental dan psikologis terpidana.
Terlebih, layanan psikolog kepada para terpidana mati juga sangat terbatas sehingga sulit untuk membuat terpidana mati merasa tenang.
Baca juga: Polda Metro Jaya Kerahkan Brimob dalam Pengejaran Terpidana Mati Cai Changpan
"Misalnya yang sudah dihukum 20 tahun atau dia sudah 25 tahun atau 30 tahun atau yang paling lama sudah meninggal, itu juga pertimbangan sisi kemanusiaan," ujar dia.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) sebelumnya menyatakan, menunggu dalam waktu yang tak menentu untuk dieksekusi serta dalam penjara yang dinilai tak layak merupakan bagian dari penyiksaan.
Hal itu dikategorikan sebagai bagian dari penghukuman yang kejam dan tak manusiawi.
Kemudian, nutrisi yang kurang dalam makanan, tidak ada pemeriksaan medis berkala, jam besuk terbatas, akses terbatas terhadap bahan bacaan, dan jumlah psikolog yang sangat minim.
Baca juga: Sederet Fakta Baru Kaburnya Terpidana Mati Cai Changpan dari Lapas Tangerang
Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu menyebut hal itu menciptakan fenomena yang disebut fenomena deret tunggu.
"Yang berarti situasi-situasi buruk ketika terpidana mati mengalami tekanan mental atau stres yang hebat karena menunggu waktu eksekusi yang panjang dan tak pasti di tempat-tempat penahanan dengan kondisi yang tidak layak," kata Erasmus dalam siaran pers, Jumat (26/6/2020) lalu.
ICJR berpandangan, mempercepat eksekusi bukan solusi untuk menuntaskan persoalan tersebut.
Apabila hukuman mati tetap diimplementasikan, negara wajib menjamin terpidana terhindar dari fenomena deret tunggu.
Seandainya fenomena tersebut masih terjadi, ICJR mengusulkan adanya moratorium.
Baca juga: Jaksa Agung Tegaskan Lanjutkan Eksekusi Mati
"Untuk menghindari adanya fenomena deret tunggu, pemerintah dan sistem peradilan pidana wajib melakukan moratorium eksekusi mati, termasuk moratorium penuntutan dan penjatuhan pidana mati," tutur Erasmus.
ICJR pun mendorong penerapan komutasi atau peralihan hukuman bagi terpidana mati dengan masa tunggu lebih dari 10 tahun yang tercantum dalam RKUHP.
"Oleh pemerintah, perumusan tersebut diklaim sebagai kebijakan 'jalan tengah' polemik pidana mati," ucap dia.
"Jika pemerintah benar berkomitmen pada politik hukumnya lewat rumusan RKUHP, maka komutasi bagi terpidana mati yang sudah dideret tunggu lebih dari 10 tahun harus diberikan," sambung Erasmus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.