Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kami Tidak Mengerti Kenapa Tembakan Gas Air Mata Membabi Buta"

Kompas.com - 08/10/2020, 20:29 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan, gelombang aksi penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja direspons dengan tindakan represif oleh aparat keamanan.

Menurut Susan, sejak Kamis (8/10/2020) sore, polisi sudah menembakkan gas air mata ke arah massa aksi unjuk rasa. Ia bersama koalisi masyarakat sipil lainnya berpatisipasi dalam aksi di DKI Jakarta.

Baca juga: Komnas HAM Dalami Dugaan Tindak Kekerasan dalam Aksi Unjuk Rasa Penolakan UU Cipta Kerja

"Tadi kami tidak mengerti kenapa tembakan gas air mata ditembakkan membabi buta. Mahasiswa, pelajar, lari tidak beraturan," kata Susan dalam konferensi pers daring, Kamis (8/10/2020) malam.

"Tidak bisa kami hitung berapa banyak orang yang terdampak sikap represif," tambahnya.

Susan menilai sikap represif aparat keamanan menunjukkan bahwa pemerintah ingin UU Cipta kerja tetap berlaku dan tidak dibatalkan.

"Ini kan menimbulkan pertanyaan, sebenarnya ada apa di balik omnibus law? Siapa yang memesan? Kenapa negara seperti melindungi sekali?" tutur dia.

Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Ikatan Sarjana Kelautan Kirim Surat ke Jokowi

Menurut Susan, masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan UU Cipta Kerja.

Ketentuan yang menjadi sorotan Kiara, misalnya, peralihan kewenangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

"Dari pembahasannya saja sudah cacat. Tidak ada masyarakat pesisir yang dilibatkan. Kemudian ini disahkan ketika Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid-19, jadi ini pesanan siapa? Menyampaikan aspirasi itu seharusnya dilindungi," tutur Susan.

Baca juga: Massa di Harmoni Ramai-ramai Peluk Polisi yang Tembaki Mereka dengan Gas Air Mata

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih menyesalkan sikap aparat yang justru terkesan memusuhi masyarakat yang tengah menyuarakan aspirasi.

Ia menegaskan bahwa menyampaikan aspirasi di muka publik merupakan hak konstitusi tiap warga negara. Jumisih menuturkan, beberapa peserta aksi ada yang terluka.

"Kami ingin menyampaikan ke kepolisian untuk berhenti merepresi rakyat di saat rakyat sedang melakukan perlawanan. Ini bagian dari hak konstitusional masyarakat untuk menyuarakan dan mengkritik kebijakan publik. Itu adalah ruang demokrasi di negara kita dan itulah ruang demokrasi yang hidup," kata Jumisih.

Adapun dalam aksi unjuk rasa ini, kelompok buruh, koalisi masyarakat sipil dan mahasiswa menuntut Presiden Joko Widodo untuk mencabut UU Cipta Kerja melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Sebab, UU Cipta Kerja dinilai memangkas hak-hak buruh.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com