JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo yang berisi penolakan terhadap Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Ketua Umum Iskindo Zulficar Mochtar menuturkan, UU Cipta Kerja berpotensi menciptakan resentralisasi kewenangan dalam pengelolaan sumber daya laut.
Resentralisasi itu berupa perizinan perikanan dan pengelolaan sumber daya pesisir yang ditarik ke pemerintah pusat. Hal ini menurut Zulficar merupakan upaya untuk melemahkan peran pemerintah daerah.
Baca juga: Akademisi: Untuk Siapa UU Cipta Kerja jika Rakyat Tidak Didengarkan?
"Dengan alasan pemberian kemudahan, hal itu sangat pro investor. Padahal pengelolaan pesisir dan perikanan selama ini mengusung prinsip desentralisasi dan mendekatkan pengelolaan kepada rakyat," ujar Zulficar, mengutip dari isi surat tersebut, Kamis (8/10/2020).
Zulficar juga menilai UU Cipta Kerja menyisakaan kealpaan pengaturan pidana perikanan bagi korporasi.
Selama ini, pidana korporasi menjadi salah satu kelemahan UU Perikanan dalam penanggulangan Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (UUFI) di Indonesia.
Hal ini terlihat dari lemahnya sanksi hukum pidana pelaku IUUF yang melibatkan korporasi asing.
Padahal, Zulficar menuturkan, publik berharap upaya penegakan hukum pidana perikanan dapat diperbaharui dalam kerangka sistem hukum nasional yang ternyata tidak diatur dalam UU Cipta Kerja.
Baca juga: Puluhan Akademisi Tolak Pengesahan UU Cipta Kerja
Kemudian, Zulficar menyoroti inkonsistensi rezim pengelolaan pesisir.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010, bahwa mekanisme Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) mengurangi hak penguasaan negara atas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sehingga, ketentuan mengenai HP-3 dinyatakan bertentangan dengan UU 1945 dan kemudian diubah menjadi mekanisme perizinan.
"Sehingga mengakibatkan tidak adanya status atau bukti penguasaan pemanfaatan di ruang laut," kata dia.
Baca juga: Akademisi: UU Cipta Kerja Picu Hak Buruh Diambil Perusahaan
Selain itu, Zulficar juga mempersoalkan mengenai pemberian izin operasi kapal asing di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang dinilai akan menekan pelaku usaha dalam negeri dan nelayan kecil.
Ia mengatakan, kebijakan moratorim kapal asing dan penutupan investasi perikanan tangkap bagi asing telah berdampak positif. Misalnya, tumbuhnya usaha perikanan rakyat dan meningkatnya stok ikan nasional dalam lima tahun terakhir.
Hal ini, kata Zulficar, karena penggunaan alat tangkap modern dan skala besar oleh kapal asing selama beberapa dekade telah menguras sumberdaya ikan Indonesia.
Operasi penangkapan ikan asing di ZEE Indonesia dikhawatirkan akan kembali melanggar zona tangkap kapal dalam negeri dan nelayan lokal.
"Penangkapan ikan skala besar dikhawatirkan akan mematikan usaha penangkapan ikan rakyat yang kini sedang tumbuh dengan modal dan kekuatan sendiri," tutur dia.
Baca juga: Pengesahan UU Cipta Kerja, Akademisi: Pemerintah dan DPR Tak Transparan
Berdasarkan pandangan dan pertimbangan strategis tersebut, Zulficar meminta agar Presiden Jokowi dapat bersikap arif dengan menampung aspirasi masyarakat.
"Kami berharap Bapak Presiden dapat secara arif dan bijaksana dapat memahami keresahan dan dinamika sosial terutama masyarakat kelautan dan perikanan yang akan berdampak dengan implementasi UU ini," ungkap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.