Sebelum akhirnya dicabut, pemerintah dua kali mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ( Perppu) pada 1998 dan 2000 yang isinya menunda pemberlakukan UU Ketenagakerjaan Nomor 25/1997.
Menurut UU 12/2011, perppu dapat ditetapkan presiden dalam hal ihwal kegentingan memaksa. Asfin berpendapat, kewenangan ini bisa saja dilakukan apabila presiden menghendaki.
Baca juga: Masif Penolakan UU Cipta Kerja, Sekjen MUI Minta Presiden Terbitkan Perppu
"Bisa pakai jalur UU 25/1997, tidak pernah diberlakukan. Perppu atau UU hanya medium," ujar Asfin, Selasa (6/10/2020).
Permintaan penerbitan Perppu juga datang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Presiden PKS Ahmad Syaikhu meminta Presiden Joko Widodo membatalkan UU Cipta Kerja dengan menerbitkan perppu.
Ia mengatakan, pemerintah harus mendengarkan suara penolakan dari berbagai kelompok masyarakat terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.
" Presiden Jokowi harus mendengar suara buruh dan masyarakat. Terbitkan Perppu. Cabut UU Ciptaker. Sebab buruh dan masyarakat menolak keberadaannya," kata Syaikhu dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).
Baca juga: Istana: Tidak Ada Opsi Penerbitan Perppu untuk Batalkan UU Cipta Kerja
Syaikhu mengatakan, muatan UU Cipta Kerja merugikan pekerja/buruh, sementara memberikan karpet merah bagi pengusaha dan investor.
Ia berpendapat, UU Cipta Kerja justru menghadirkan ketidakadilan bagi para pekerja/buruh. Karena itu, ia pun dapat memahami aksi unjuk rasa yang digelar massa buruh.
"Hal ini tercermin dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon," ucapnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan