JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan pejabat Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hidayat Abdul Rachman selaku terpidana kasus korupsi pengadaan bantuan langsung benih unggul (BLBU).
Dengan dikabulkannya PK tersebut, masa hukuman Hidayat berkurang 4 tahun, dari 9 tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 5 tahun penjara.
"Mahkamah Agung dalam tingkat PK mengabulkan permohonan PK dari terpidana Hidayat Abdul Rachman," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Kompas.com, Kamis (8/10/2020).
Baca juga: Marak Hukuman Koruptor Dipotong, Pimpinan KPK Akan Temui MA
Selain memotong masa hukuman Hidayat, Majelis Hakim PK juga mengurangi denda dari Rp 500.000.000, menjadi Rp 200.000.000.
Menurut Andi, pertimbangan Majelis Hakim PK mengurangi hukuman Hidayat adalah terjadi perbedaan yang mencolok antara hukuman Hidayat dengan hukuman pemisahan penanganan perkaranya (splitsing).
"Sehingga, untuk menghindari disparitas pemidanaan yang mengusik rasa keadilan, pidana yang dijatuhkan kepada terpidana/pemohon PK perlu diperbaiki/dikurangi," ujar Andi.
Adapun, putusan permohonan PK Hidayat diketok pada 28 September 2020.
Dari salinan berkas putusan yang diterima Kompas.com, diketahui bahwa hakim yang menangani perkara ini terdiri dari Suhadi selaku ketua majelis, dengan anggota majelis Mohamad Askin dan Eddy Army.
Andi mengatakan, putusan tersebut tidak bulat sehingga diputus dengan suara terbanyak.
"Karena Ketua Majelis PK Suhadi menyatakan DO (dissenting opinion)," katanya.
Hidayat Abdul Rachman merupakan terpidana korupsi pengadaan bantuan langsung benih unggul (BLBU) Paket I tahun 2012 yang disalurkan oleh PT Hidayah Nur Wahana (HNW).
Baca juga: Penjelasan MA Terhadap Kritik Maraknya Pemotongan Hukuman Koruptor
Penyaluran BLBU Paket I Tahun 2012 ini mencakup wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung. Nilai kontraknya mencapai lebih dari Rp 209 miliar.
Pada 11 Januari 2016, Hidayat dijatuhi hukuman 2 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia juga dikenai denda sebanyak Rp 200.000.000.
Hidayat lantas mengajukan banding. Namun, pada 30 Maret 2016 Majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan memperberat hukuman Hidayat menjadi 4 tahun penjara.
Hidayat kemudian mengajukan kasasi. Pada 23 Agustus 2016, Majelis Kasasi memutuskan menambah hukuman Hidayat menjadi 9 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500.000.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.