Adapun Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengeklaim banyak pelintiran informasi di masyarakat mengenai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
"Banyak distorsi informasi di masyarakat yang sesungguhnya jauh dari kenyataan," kata Ida.
Ia menyebutkan beberapa contoh disinformasi seperti persoalan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Baca juga: Dari Kontrak Seumur Hidup hingga PHK Sepihak, Ini 8 Poin UU Cipta Kerja yang Jadi Sorotan Buruh
Ida Fauziyah mengeklaim, pemerintah melindungi pekerja kontrak lewat UU Cipta Kerja dengan memberikan kompensasi saat kontrak kerja berakhir.
Kendati demikian, ia tak menjelaskan persoalan PKWT yang memungkinkan adanya potensi kontrak semur hidup.
Ketentuan PKWT di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membatasi PKWT selama tiga tahun dihapus oleh UU Cipta Kerja.
Baca juga: UU Cipta Kerja dan Potensi Pekerja Kontrak Abadi
Politisi PKB itu juga mengeklaim bahwa pemerintah melindungi tenaga kerja alih daya (outsourcing) lewat UU Cipta Kerja dengan mewajibkan perusahaan alih daya terdaftar oleh pemerintah.
Namun, Ida tidak menjelaskan diperbolehkannya outsourcing pada segala bidang kerja yang diatur Cipta Kerja.
Banyak kalangan menganggap pasal ini merugikan hak-hak pekerja dan sangat menguntungkan perusahaan.
Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Kerja Kontrak dan Outsourcing Diprediksi Makin Menggurita
Adapun Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja memotong dan menyederhanakan prosedur izin berusaha di daerah.
Menurut Tito, setelah disahkannya UU tersebut, pemerintah akan menerbitkan peraturan (PP) yang berisi inventarisasi dan identifikasi terhadap jenis-jenis usaha yang prosedurnya mesti disederhanakan.
"Sehingga anak-anak muda kita, masyarakat kita, kelas menengah bawah terutama, mereka mau buka warung, restoran, mau buka usaha-usaha tadi, termasuk usaha kreatif itu menjadi lebih mudah," kata Tito.