Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan ASN Diduga Tak Netral di Pilkada, Apa Sebabnya?

Kompas.com - 08/10/2020, 09:04 WIB
Sania Mashabi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan aparatur sipil negara (ASN) dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) atas dugaan pelanggaran netralitas terkait penyelenggaraan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Berdasarkan data per 30 September 2020, terdapat 694 pegawai ASN yang dilaporkan melakukan pelanggaran netralitas," kata Ketua KASN Agus Pramusinto di Jakarta, Rabu (7/10/2020), sebagaimana dilansir Antara.

Dari total ASN yang dilaporkan, KASN telah memberikan rekomendasi terhadap 492 ASN untuk dijatuhi sanksi pelanggaraan netralitas.

Namun, dari jumlah tersebut, baru 256 rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK).

Baca juga: Wanti-wanti Wapres soal Netralitas ASN di Pilkada 2020...

Beberapa jenis pelanggaran yang dilakukan ASN, sebut Agus, yakni ikut kampanye atau sosialisasi di media sosial, hingga melakukan pendekatan ke partai politik dan bakal calon kepala daerah.

Selain itu, melakukan kegiatan yang berpihak pada salah satu bakal calon, menghadiri deklarasi pasangan bakal calon, serta membuat keputusan yang menguntungkan calon tertentu.

Berdasarkan instansi, pelanggaran netralitas paling banyak dilakukan di Kabupaten Purbalingga (56 orang), Kabupaten Wakatobi (34 orang), Kabupaten Kediri (21 orang), Kabupaten Musi Rawas Utara (19 orang), dan Kabupaten Sumbawa (18 orang).

Sementara, berdasarkan wilayah, pelanggaran terbanyak dilakukan ASN di Sulawesi Tenggara (90 orang), Nusa Tenggara Barat (83 orang), Jawa Tengah (74 orang), Sulawesi Selatan (49 orang), dan Jawa Timur (42 orang).

Adapun, jabatan para pelanggar ASN juga beragam. Mulai dari pimpinan tinggi, fungsional, pelaksana, administrator, hingga kepala wilayah seperti camat dan lurah.

Baca juga: 255 ASN Pemprov Maluku dan 51 Orang di Kantor DPRD Positif Covid-19

Agus menambahkan, netralitas merupakan bagian dari etika dan perilaku yang wajib diterapkan oleh seluruh ASN sebagai penyelenggara negara.

Pelanggaran netralitas menyebabkan kualitas pelayanan publik menjadi rendah serta memunculkan praktik koruptif di kalangan ASN.

"Pelanggaran terhadap asas netralitas akan menjadi pintu masuk munculnya berbagai gangguan dan pelanggaran hukum lainnya," kata dia.

Penyebab ASN terjun ke politik

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengungkap lima faktor yang menjadi penyebab birokrat atau ASN terlibat dalam dunia politik.

Plt Ketua DPD Partai Golkar Sumut Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, dari 23 paslon di Sumut, 21-nya adalah kader partai, Senin (7/9/2020)KOMPAS.COM/MEI LEANDHA ROSYANTI Plt Ketua DPD Partai Golkar Sumut Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, dari 23 paslon di Sumut, 21-nya adalah kader partai, Senin (7/9/2020)
Baca juga: Bawaslu Usut 82 Dugaan Pelanggaran Netralitas ASN di Sulsel

Hal itu ia katakan berdasarkan penelitian yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Faktor pertama menurut Doli adalah kuatnya ketokohan pejabat.

"Terlalu kuatnya personality atau ketokohan yang menanamkan pengaruh pada pegawai daerah," kata Doli.

Kemudian faktor kedua, ada keinginan dari ASN untuk terjun ke dunia politik.

Faktor ketiga ketertarikannya pada dunia politik bisa memberi pengaruh pada target setelah kontestasi pemilihan.

Sementara faktor keempat yakni lemahnya sosialisasi institusi soal netralitas ASN.

Baca juga: Ketua KPK: Jangan Sampai ASN Ikut Kegiatan Politik Praktis

"Bisa jadi mungkin yang mengenai keterlibatan ini banyak institusi-institusi yang belum menyosialisasikan," ujarnya.

Sedangkan yang terakhir faktor birokrasi yang dijalankan dengan cara birokrasi bayangan atau shadow birocracy.

Namun Doli tidak menjelaskan lebih rinci mengenai apa yang dimaksud dari shadow birocracy.

"Jadi memang dibangun kepemimpinan di birokrasi itu ada semacam birokrasi bayangan yang ini mengendalikan semua," ucap dia.

Pengawasan netralitas ASN

Untuk mengawasi netralitas ASN, pemerintah telah meneken Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, Kamis (10/9/2020).

Baca juga: Wapres: Netralitas ASN Landasan Utama Reformasi Birokrasi

Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Ketua KASN Agus Pramusinto dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan.

Acara penandatanganan itu digelar secara virtual.

Menurut Menpan RB Tjahjo Kumolo, SKB akan menjadi pedoman bagi instansi pemerintah dalam menjaga netralitas ASN.

"Khususnya dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020," ujar Tjahjo dalam sambutannya.

Kemudian, SKB juga diharapkan mampu membangun sinergitas, meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengawasan netralitas ASN.

Baca juga: 5 Faktor Ini Dinilai Bisa Jadi Penyebab ASN Terlibat Politik

Selain itu, SKB memberikan kepastian hukum terhadap penanganan pelanggaran asas netralitas ASN.

Sementara, menurut Mendagri Tito Karnavian, adanya SKB memberikan kelegaan kepada kontestan pilkada. Sebab, para kontestan bisa bersaing secara sehat.

"Kami dari Kemendagri siap menindaklanjuti SKB ini. Salah satunya sesuai dengan SKB ada satgas yang akan dibentuk. Kami siap untuk jadi bagian dari satgas tersebut," kata Tito.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, ada 10 daerah yang tercatat memiliki tingkat kerawanan tertinggi soal ketidaknetralan ASN dalam Pilkada 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com