Penerbitan surat telegram itu mendapat kritik dari berbagai pihak, termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras).
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti berpandangan, pandemi Covid-19 yang dijadikan alasan untuk melarang aksi para buruh bertentangan dengan sejumlah kebijakan pemerintah misalnya, Pilkada Serentak 2020.
"Hal itu sebenarnya tidak apple to apple ataupun tidak setara dengan bagaimana pemerintah memperbolehkan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan lainnya yang juga bertentangan dengan penanganan Covid-19 itu sendiri," kata Fatia dalam konferensi pers virtual, Selasa (6/10/2020).
"Seperti mengadakan konser pilkada ataupun tetap memutuskan untuk mengadakan pilkada pada tahun ini," tuturnya.
Baca juga: Pesan Presiden KSPSI ke Buruh: Jangan Ada Gesekan, Jangan Terprovokasi
Ia mengatakan, kebebasan berekspresi para buruh tercederai dengan adanya telegram tersebut.
Menurut Fatia, publik terpaksa turun ke jalan karena keputusan pemerintah yang tidak didasari pada kepentingan masyarakat.
Meskipun, diakuinya bahwa kerumunan berpotensi menimbulkan klaster penyebaran Covid-19 baru.
Kontras pun menilai bahwa penanganan terhadap aksi demonstrasi di tengah pandemi seharusnya tidak menggunakan cara-cara yang eksesif.
"Di mana sebenarnya hal ini bisa diatasi dengan cara-cara tertentu dan tidak perlu melakukan atau meluncurkan tindakan-tindakan eksesif, seperti surat telegram atau pengawasan di beberapa kanal-kanal atau pusat-pusat industri seperti yang dilakuakn aparat kepolisian dan TNI hari ini," tutur Fatia.
Baca juga: Beda Sikap Polisi soal Izin Demo dan Pilkada, Serikat Pekerja: Diskriminatif
Sejumlah pihak telah menyuarakan agar Pilkada Serentak 2020 ditunda mengingat pandemi masih berlangsung.
Permintaan penundaan pilkada yang terbaru datang dari Ketua MPR Bambang Soesatyo saat menanggapi adanya tiga calon kepala daerah yang meninggal lantaran terinfeksi Covid-19.
Bambang meminta pemerintah mempertimbangkan penundaan pilkada apabila korban dan pelanggar protokol kesehatan selama tahapan pemilihan terus meningkat.
Baca juga: Ketua MPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Opsi Tunda Pilkada
"Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, untuk tegas dalam mengambil kebijakan dan keputusan," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
"Apabila korban Covid-19 dan pelanggar protokol kesehatan dalam tahapan Pilkada 2020 ini masih terus meningkat, maka perlu dipertimbangkan untuk menunda penyelenggaraan Pilkada 2020," kata dia.
Baca juga: PP Muhammadiyah: Apa Gunanya Pilkada kalau Rakyat Sakit dan Meninggal?