Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Kontrak Seumur Hidup hingga PHK Sepihak, Ini 8 Poin UU Cipta Kerja yang Jadi Sorotan Buruh

Kompas.com - 07/10/2020, 06:50 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) menemukan delapan poin dalam Bab Ketenagakerjaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dinilai berpotensi mengancam hak-hak buruh.

Delapan poin itu ditemukan berdasarkan hasil kajian FBLP setelah UU Cipta Kerja disahkan dalam Rapat Paripurna di DPR, Senin (5/10/2020).

"Setelah membaca undang-undang nir-partisipasi tersebut, kami menemukan setidaknya delapan bentuk serangan terhadap hak-hak buruh yang dilegitimasi secara hukum," ujar Ketua Umum FBLP Jumisih dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).

Baca juga: 5 Orang Diamankan Saat Ricuh Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja di Banten

Delapan poin yang mendapat sorotan dalam UU Cipta Kerja, yakni:

1. Masifnya kerja kontrak

Dalam Pasal 59 ayat 1 huruf b disebutkan bahwa pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Pergantian batas waktu pekerjaan yang penyelesaiannya "tiga tahun" sebagai salah satu kriteria perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi "tidak terlalu lama" bisa menyebabkan pengusaha leluasa menafsirkan frasa tersebut.

Berdasarkan Pasal 59 ayat 4, pengaturan mengenai perpanjangan PKWT dialihkan untuk diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Baca juga: Di UU Cipta Kerja Status Pegawai Kontrak Bisa Seumur Hidup?

Sementara itu, pelanggaran penerapan kerja kontrak selama ini cenderung tidak pernah diusut secara serius oleh pemerintah.

Dengan demikian, PP yang akan dibentuk ke depan sangat berpotensi memperburuk jaminan kepastian kerja.

2. Outsourcing pada semua jenis pekerjaan

Sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, praktik outsourcing hanya dibatasi pada jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan produksi.

Baca juga: Omnibus Law UU Cipta Kerja, Keinginan Jokowi yang Jadi Nyata...

Batasan ini kemudian dihapuskan oleh UU Cipta Kerja. Padahal, praktik kerja outsourcing selama ini hanya menguntungkan perusahaan dan berimbas pada pengurangan hak-hak buruh.

3. Jam lembur yang semakin eksploitatif

Pada Pasal 78, batasan maksimal jam lembur dari awalnya maksimal tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.

Selain akan berakibat pada kesehatan buruh, besaran upah lembur yang diterima juga tidak akan sebanding mengingat upah minimum yang menjadi dasar penghitungan upah lembur didasarkan pada mekanisme pasar berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

4. Menghapus hak istirahat dan cuti

Berdasarkan Pasal 79, hak istirahat selama dua hari kepada pekerja yang bekerja dalam lima hari seminggu dihapus.

Baca juga: Pemerintah Jamin Cuti Haid dan Hamil Tidak Dihilangkan dalam Omnibus Law Cipta Kerja

Hak cuti panjang selama dua bulan bagi buruh yang telah bekerja minimal enam tahun juga dihapus oleh UU Cipta Kerja.

5. Gubernur tak wajib menetapkan upah minimum kabupaten/kota

Berdasarkan Pasal 88C UU, disebutkan bahwa gubernur “dapat” menetapkan upah minimum kabupaten/kota.

Artinya, tidak ada kewajiban hukum bagi gubernur untuk menetapkan UMK.

Dengan demikian, kepastian adanya jaminan upah minimum yang selama ini dinarasikan sebagai “jaring pengaman sosial” terancam.

Baca juga: Merasa Dibohongi DPR, LP Ma’arif NU akan Gugat UU Cipta Kerja ke MK

Ketentuan pengupahan yang termuat dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan juga diadopsi oleh UU Cipta Kerja yang mengakibatkan semakin kokohnya cengkeraman mekanisme pasar dalam penentuan upah.

6. Peran negara dalam mengawasi praktik PHK sepihak diminimalisasi

Sebelumnya, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat kewajiban pengusaha untuk meminta penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial saat melakukan PHK kepada buruh.

Hal ini, kendati sering dilanggar, penting guna memastikan terpenuhinya hak-hak buruh saat terjadi PHK.

Namun, UU Cipta Kerja menghapuskan ketentuan ini.

7. Berkurangnya hak pesangon

Berkurangnya hak itu karena penggabungan atau pengambilalihan perusahaan, perusahaan tutup, sakit berkepanjangan, dan meninggal dunia.

Baca juga: KSPSI Akan Ajukan Uji Materiil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi

Sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003, dinyatakan berhak atas pesangon sebanyak dua kali lipat dari perhitungan berdasarkan masa kerja, kini dihapus UU Cipta Kerja.

8. Perusahaan makin mudah melakukan PHK sepihak

Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003, diatur bahwa PHK kepada pekerja yang mangkir atau melanggar peraturan perusahaan diatur syarat yang cukup ketat.

Namun, ketentuan ini dihapus oleh UU Cipta Kerja. Hal ini akan mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK dengan alasan yang tidak obyektif.

Baca juga: Simak Perhitungan Besaran Pesangon PHK Terbaru di UU Cipta Kerja

Hal ini juga membuat pengurus dan anggota serikat buruh sangat potensial untuk mengalami PHK sepihak oleh perusahaan.

Berdasarkan temuan tersebut, FBLP mendesak agar UU Cipta Kerja dibatalkan.

"UU Cipta Kerja, sebagaimana telah mendapatkan kritikan sebelumnya, juga merupakan serangan pada masyarakat luas, petani, nelayan, masyarakat adat, kaum miskin kota, perempuan, pemuda, pelajar, mahasiswa, dan lainnya. Karena itu, kami menyatakan sikap, batalkan UU Cipta Kerja sekarang juga," kata Jumisih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com