JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) Ki Darmaningtyas mengaku kecewa karena pasal pendidikan masih tercantum dalam UU Cipta Kerja.
Padahal, DPR sempat mengaku bakal mencabut klaster pendidikan saat pembahasan RUU tersebut.
Adapun sektor pendidikan tercantum dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65.
Dalam Pasal 65 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini.
Dalam UU Cipta Kerja pengertian perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Definisi itu dimuat dalam Pasal 1.
Kemudian, Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan peraturan pemerintah".
Baca juga: Alasan DPR dan Pemerintah Cabut Klaster Pendidikan di RUU Cipta Kerja
“Sesuai dengan tuntutan kami, DPR dan Pemerintah menyatakan bahwa klaster pendidikan dan kebudayaan dikeluarkan dari pembahasan RUU Cipta Kerja, tapi ternyata janji DPR itu tidak tulus dan penuh dengan kebohongan,” kata Ki Darmaningtyas dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
“Keberadaan pasal ini sama saja dengan menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan,” lanjut dia.
Ki Darmaningtyas mengatakan, dalam Pasal 1 huruf D UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan mendefinisikan “usaha” sebagai setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
“Jadi kalau pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini (UU Cipta Kerja), maka berarti menempatkan pendidikan untuk mencari keuntungan,” ujar Ki Darmaningtyas.
“Ini jelas-jelas bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan bangsa, dan pasal 31 UUD 1945 hasil amandemen menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan hak yanag dimiliki oleh setiap warga dan negara wajib membiayai, minimal sampai pada tingkat pendidikan dasar,” tutur dia.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Pengurus Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jika melalui jalur ini pun kami kalah, tidak masalah, yang penting kami sudah menyatakan sikap kami untuk tetap setia pada Pancasila dan UUD 1945 secara konsisten, bukan hanya untuk kedok saat sumpah jabatan saja,” tutur Ki Darmaningtyas.
Sebelumnya, dalam rapat Panja Baleg DPR, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengeluarkan sektor pendidikan dalam draf RUU Cipta Kerja.
Kesepakatan itu diputuskan dalam rapat kerja pembahasan RUU Cipta Kerja yang digelar pada Kamis (24/9/2020).
Baca juga: Pasal Pendidikan Ternyata Masih Ada di UU Cipta Kerja, Ketua Komisi X: Kecewa!
Namun setelah disahkan pada Senin (5/10/2020), sektor pendidikan tetap diatur dalam UU tersebut.
Diberitakan, DPR telah mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.