JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, UU Cipta Kerja sebaiknya tidak diberlakukan oleh pemerintah.
Asfin meminta pemerintah mendengarkan suara-suara penolakan dari berbagai kelompok masyarakat terhadap UU Cipta Kerja.
"Selayaknya DPR dan pemerintah mendengarkan gelombang penolakan di seluruh Indonesia dari berbagai pihak dengan tidak memberlakukan UU ini," katanya saat dihubungi, Selasa (6/10/2020).
Dia mengatakan, pembentukan UU Cipta Kerja sejak awal bermasalah.
Baca juga: Serikat Buruh Internasional Turut Kritisi Omnibus Law UU Cipta Kerja
Asfin berpendapat, jika merujuk pada UU Nomor 12/2011, pembahasan UU Cipta Kerja cacat prosedur.
Selain itu, Asfin menilai pembentukan UU Cipta Kerja diwarnai skandal antara DPR dan pemerintah.
"Dari berbagai masalah dalam pembahasan baik di pemerintah maupun DPR nyata ada skandal dalam pembentukan UU ini," tutur Asfin.
Asfin pun menegaskan DPR dan pemerintah sebetulnya dapat membatalkan pemberlakuan UU Cipta Kerja.
Baca juga: Sederet Fakta Rapat Paripurna Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, dari Interupsi hingga Walk-Out
Dia mencontohkan, DPR dan pemerintah pernah mencabut UU Nomor 25/1997 tentang Ketenagakerjaan dan menunda RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dan Rancangan Undang-undang Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK).
Saat itu, UU Nomor 25/1997 dicabut karena mendapatkan penolakan pengusaha dan pekerja/buruh.
Sebelum akhirnya dicabut, pemerintah dua kali mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) pada 1998 dan 2000 yang isinya menunda pemberlakukan UU Ketenagakerjaan Nomor 25/1997.
"Bisa pakai jalur UU 25/1997, tidak pernah diberlakukan. Perppu atau UU hanya medium," ujarnya.
Baca juga: Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Kawasan Industri Jatake Kota Tangerang Disekat Polisi
Di tengah penolakan berbagai elemen masyarakat sipil, RUU Cipta Kerja disahkan DPR menjadi undang-undang lewat rapat paripurna pada Senin (5/10/2020).
Merujuk pada UU Nomor 12/2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan, DPR selanjutnya harus memberikan RUU yang telah disahkan kepada presiden untuk ditandatangani dalam jangka waktu paling lama 30 hari.
Jika presiden tidak membubuhkan tanda tangan dalam kurun waktu tersebut, RUU sah dan otomatis menjadi UU dan wajib diundangkan.
Baca juga: Menaker: Baca UU Cipta Kerja secara Utuh, Banyak Aspirasi Pekerja Diakomodasi
Ketua DPR Puan Maharani, dalam rapat paripurna, mengatakan UU Cipta Kerja dinilai mampu membangun ekosistem berusaha yang lebih baik.
Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat.
Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.
"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.