Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSHK: Proses Pembentukan UU Cipta Kerja Abaikan Ruang Demokrasi

Kompas.com - 06/10/2020, 12:45 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai, proses legislasi UU Cipta Kerja menjadi contoh praktik buruk yang dilakukan berulang oleh DPR dan pemerintah.

Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nusryamsi menyebut, proses pembahasan UU Cipta Kerja sejak awal mengabaikan ruang demokrasi dan dilakukan secara tergesa-gesa.

"Proses yang tidak transparan dan partisipatif menjadi warna yang tidak dapat dihilangkan dalam menggambarkan proses pembentukan UU Cipta Kerja. Proses legislasi dilakukan secara tergesa dan abai untuk menghadirkan ruang demokrasi," ujar Fajri dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).

Baca juga: Perhimpunan Guru Kecam DPR dan Pemerintah Terkait Sektor Pendidikan dalam UU Cipta Kerja

Dia lantas memaparkan tiga hal yang mendasari pernyataannya itu. Pertama, RUU Cipta Kerja tetap dibahas pada masa reses dan di luar jam kera.

Kedua, draf RUU dan risalah rapat tidak pernah disampaikan kepada publik.

Ketiga, tidak ada mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak (voting) dalam rapat parupurna pengesahan RUU Cipta Kerja.

Fajri mengatakan, ruang demokrasi yang disediakan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja hanya formalitas tanpa makna. Pelibatan publik minim, apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini.

"Ruang-ruang yang terbuka hanya formalitas tanpa makna. Rapat-rapat yang disiarkan langsung hanya yang bersifat pemaparan, bukan pengambilan keputusan," kata dia.

"Selain itu, makna partisipasi tidak dapat dirasakan karena masyarakat tidak diberikan informasi yang cukup terkait dengan substansi RUU yang sedang dibahas dan catatan-catatan atau risalah rapat sebelumnya, sehingga sulit untuk dapat memantau rapat dengan baik," tambah Fajri.

Dia pun menyinggung keputusan DPR dan pemerintah yang beberapa waktu lalu melakukan evaluasi Prolegnas Prioritas 2020.

Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Serikat Pekerja Bakal Demo di Balai Kota Tangsel

 

Sejumlah RUU dikeluarkan dari daftar Prolegnas Prioritas dengan alasan tidak cukup waktu pembahasan.

Salah satu RUU yang dikeluarkan yaitu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang justru sejak lama didesak masyarakat untuk segera diselesaikan.

Namun, DPR dan pemerintah tetap mempertahankan RUU Cipta Kerja dan pembahasannya terus dikebut.

"Ada juga berbagai RUU yang pembahasannya terus tertunda dari tahun ke tahun, yang apabila dikerjakan dengan metode kerja dalam pembahasan RUU Cipta Kerja bukan tidak mungkin dapat diselesaikan," kata Fajri.

Karena itu, kata Fajri, PSHK mendesak agar DPR segera menyebarluaskan naskah final RUU Cipta Kerja yang kini telah disahkan menjadi undang-undang.

DPR juga diminta menyebarluaskan seluruh risalah atau catatan selama rapat pembahasan RUU Cipta Kerja.

"DPR sesegera mungkin menyebarluaskan draft terakhir RUU Cipta Kerja yang disahkan menjadi UU Cipta Kerja," kata dia. 

Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Walhi Nyatakan Mosi Tidak Percaya

Kemudian, PSHK meminta DPR dan presiden mengevaluasi penggunana metode omnibus law dalam membuat peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, DPR dan presiden diminta menghentikan seluruh agenda legislasi di masa pandemi.

PSHK mendesak DPR fokus mengawasi penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah.

"DPR dan Presiden menghentikan seluruh agenda legislasi mengingat gagalnya DPR dan presiden menciptakan ruang partisipasi publik yang maksimal di tengah pandemi Covid-19," ucap Fajri.

RUU Cipta Kerja telah disahkan DPR menjadi undang-undang lewat rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.

Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.

"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.

Baca juga: KSPI Bedah Isi UU Cipta Kerja, Cari Pasal yang Merugikan Pekerja

Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan UU Cipta Kerja dinilai mampu membangun ekosistem berusaha yang lebih baik.

Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat.

Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.

"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com