JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai, proses legislasi UU Cipta Kerja menjadi contoh praktik buruk yang dilakukan berulang oleh DPR dan pemerintah.
Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nusryamsi menyebut, proses pembahasan UU Cipta Kerja sejak awal mengabaikan ruang demokrasi dan dilakukan secara tergesa-gesa.
"Proses yang tidak transparan dan partisipatif menjadi warna yang tidak dapat dihilangkan dalam menggambarkan proses pembentukan UU Cipta Kerja. Proses legislasi dilakukan secara tergesa dan abai untuk menghadirkan ruang demokrasi," ujar Fajri dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).
Baca juga: Perhimpunan Guru Kecam DPR dan Pemerintah Terkait Sektor Pendidikan dalam UU Cipta Kerja
Dia lantas memaparkan tiga hal yang mendasari pernyataannya itu. Pertama, RUU Cipta Kerja tetap dibahas pada masa reses dan di luar jam kera.
Kedua, draf RUU dan risalah rapat tidak pernah disampaikan kepada publik.
Ketiga, tidak ada mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak (voting) dalam rapat parupurna pengesahan RUU Cipta Kerja.
Fajri mengatakan, ruang demokrasi yang disediakan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja hanya formalitas tanpa makna. Pelibatan publik minim, apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini.
"Ruang-ruang yang terbuka hanya formalitas tanpa makna. Rapat-rapat yang disiarkan langsung hanya yang bersifat pemaparan, bukan pengambilan keputusan," kata dia.
"Selain itu, makna partisipasi tidak dapat dirasakan karena masyarakat tidak diberikan informasi yang cukup terkait dengan substansi RUU yang sedang dibahas dan catatan-catatan atau risalah rapat sebelumnya, sehingga sulit untuk dapat memantau rapat dengan baik," tambah Fajri.
Dia pun menyinggung keputusan DPR dan pemerintah yang beberapa waktu lalu melakukan evaluasi Prolegnas Prioritas 2020.
Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Serikat Pekerja Bakal Demo di Balai Kota Tangsel
Sejumlah RUU dikeluarkan dari daftar Prolegnas Prioritas dengan alasan tidak cukup waktu pembahasan.
Salah satu RUU yang dikeluarkan yaitu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang justru sejak lama didesak masyarakat untuk segera diselesaikan.
Namun, DPR dan pemerintah tetap mempertahankan RUU Cipta Kerja dan pembahasannya terus dikebut.
"Ada juga berbagai RUU yang pembahasannya terus tertunda dari tahun ke tahun, yang apabila dikerjakan dengan metode kerja dalam pembahasan RUU Cipta Kerja bukan tidak mungkin dapat diselesaikan," kata Fajri.
Karena itu, kata Fajri, PSHK mendesak agar DPR segera menyebarluaskan naskah final RUU Cipta Kerja yang kini telah disahkan menjadi undang-undang.
DPR juga diminta menyebarluaskan seluruh risalah atau catatan selama rapat pembahasan RUU Cipta Kerja.
"DPR sesegera mungkin menyebarluaskan draft terakhir RUU Cipta Kerja yang disahkan menjadi UU Cipta Kerja," kata dia.
Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Walhi Nyatakan Mosi Tidak Percaya
Kemudian, PSHK meminta DPR dan presiden mengevaluasi penggunana metode omnibus law dalam membuat peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, DPR dan presiden diminta menghentikan seluruh agenda legislasi di masa pandemi.
PSHK mendesak DPR fokus mengawasi penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah.
"DPR dan Presiden menghentikan seluruh agenda legislasi mengingat gagalnya DPR dan presiden menciptakan ruang partisipasi publik yang maksimal di tengah pandemi Covid-19," ucap Fajri.
RUU Cipta Kerja telah disahkan DPR menjadi undang-undang lewat rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.
Baca juga: KSPI Bedah Isi UU Cipta Kerja, Cari Pasal yang Merugikan Pekerja
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan UU Cipta Kerja dinilai mampu membangun ekosistem berusaha yang lebih baik.
Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat.
Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.
"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.