Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Kontroversi Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Covid-19

Kompas.com - 06/10/2020, 10:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tengah menjadi salah satu sorotan publik yang menuai banyak protes dari berbagai pihak.

Bagaimana tidak? pemerintah bersama Komisi II DPR RI dan Komisi Pemilihan Umum memutuskan untuk tetap menyelenggarakan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 nanti setelah beberapa kali mengalami penundaan meskipun pandemi Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan pelandaian.

Ahmad Doli Kurnia selaku Ketua Komisi II DPR RI menyatakan bahwa Pilkada 2020 akan tetap dilaksanakan sesuai tanggal yang telah ditetapkan dengan alasan bahwa seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai rencana dan situasi masih terkendali.

Perhelatan Pilkada yang rencananya akan digelar serentak di 270 wilayah ini meliputi 9 provinsi, 37 kota dan 224 kabupaten dengan masa kampanye kurang lebih sekitar 71 hari mulai dari 26 September hingga 5 Desember 2020.

Namun, keputusan pemerintah yang dinilai berisiko ini memunculkan reaksi dan kritik pedas dari publik, salah satunya dialamatkan oleh dua organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah yang bersikeras mendesak pemerintah untuk menunda Pilkada dan memprioritaskan keselamatan hidup rakyat Indonesia dari pandemi Corona paling tidak sampai kondisi darurat kesehatan terlewati.

Hal senada juga disuarakan oleh Majelis Ulama Indonesia dan mantan Wapres RI Jusuf Kalla yang mendesak pemerintah untuk menunda Pilkada paling tidak sampai vaksin Covid-19 ditemukan dan kasus pasien positif melandai.

Secara garis besar, aspirasi dari berbagai elemen masyarakat tergolong wajar. Pasalnya, masih ada keraguan dari mereka atas kesiapan pemerintah dalam menekan penyebaran virus Corona di Indonesia yang dinilai masih belum maksimal.

Masyarakat juga khawatir akan kemungkinan munculnya kluster Pilkada terkait pandemi. Hal ini diperkuat dengan teridentifikasinya sejumlah pejabat pemerintah dan penyelenggara pemilu di beberapa wilayah yang terjangkit virus ini.

KPU RI bahkan menyebutkan, 68 kandidat terjangkit Covid-19 pada masa sebelum penetapan calon dan terdapat 3 kandidat Pilkada meninggal karena terpapar virus ini.

Secara kumulatif setidaknya hingga Senin 5 Oktober 2020 kasus positif virus Corona di Indonesia bertambah sekitar 3.622 sehingga jumlah kasus positif Covid-19 telah mencapai 307.120 kasus dengan pasien sembuh sebanyak 232.593 (75.7 persen) dan pasien meninggal mencapai 11.253 (3,7 persen).

Pengendara motor melintas di depan ornamen bertuliskan COBLOS yang merupakan alat sosialisasi Pilkada Tangsel di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (22/9/2020). Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota yang akan menggelar pesta demokrasi pemilihan Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.ANATRA FOTO/MUHAMMAD IQBAL Pengendara motor melintas di depan ornamen bertuliskan COBLOS yang merupakan alat sosialisasi Pilkada Tangsel di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (22/9/2020). Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota yang akan menggelar pesta demokrasi pemilihan Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.

Pilkada tetap diselenggarakan

Akan tetapi, kritikan dan desakan dari berbagai elemen bangsa nampaknya tidak berpengaruh. Pemerintah bersikeras untuk tetap menyelenggarakan Pilkada pada Desember nanti dengan dalih menggunakan protokol kesehatan yang akan dipersiapkan secara matang.

Pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD juga menerangkan bahwa penundaan Pilkada dirasa tidak memungkinkan lagi karena hal tersebut membutuhkan UU dan Perpu yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

Mahfud juga menambahkan bahwa penundaan ini juga akan berdampak pada banyaknya pejabat Plt di beberapa pemerintahan daerah yang tidak memungkinkan mereka untuk mengambil kebijakan-kebijakan strategis.

Terkait dengan hal ini, pemerintah berjanji bahwa penyelenggaraan Pilkada akan dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan dan penegakan hukum yang jelas dan tegas untuk mengantisipasi penularan Covid-19 karena setidaknya dari sekarang pemerintah masih memiliki waktu untuk mempersiapkan segala hal terkait Pilkada secara matang.

Pemerintah juga menegaskan bahwa penundaan Pilkada tidak akan memberikan kepastian yang jelas karena tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir sehingga yang bisa dilakukan adalah tetap menyelenggarakan Pilkada tentunya dengan prosedur protokol kesehatan yang jelas dan ketat.

Meskipun begitu, permintaan penundaan Pilkada 2020 tetap disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat. Pasalnya, kasus positif pasien Covid-19 hingga detik ini belum menunjukkan pelandaian yang signifikan. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatkan jumlah kasus positif dan perpanjangan pembatasan sosial di berbagai wilayah.

Tidak hanya itu, masyarakat juga khawatir akan munculnya kluster Pilkada yang diperkirakan akan semakin memperparah penularan virus Corona dan memperburuk infrastruktur kesehatan di negeri ini jika jumlah pasien positif terus bertambah.

Jika prediksi tersebut benar terjadi, bukan tidak mungkin kondisi ini akan semakin memperburuk kondisi negara dan berdampak langsung bagi kehidupan masyarakat. Pemerintah juga mungkin akan kebanjiran gugatan dan kecaman dari seluruh elemen masyarakat.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, Selasa (22/9/2020), menegaskan bahwa kemungkinan pemerintah digugat masyarakat dengan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan bisa saja terjadi.

Pasal yang menyoal perihal Kekarantinaan Kesehatan yang akan memidanakan siapa saja yang tidak mengindahkan aturan tersebut.

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap mengevakuasi pemilih yang pingsan saat akan melakukan pencoblosan ketika Simulasi Pemungutan Suara dengan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 pada Pilkada Serentak 2020, di TPS 18 Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (12/9/2020). Simulasi ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan pembelajaran kepada pemilih dalam melaksanakan pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 ditengah pandemi COVID-19.ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap mengevakuasi pemilih yang pingsan saat akan melakukan pencoblosan ketika Simulasi Pemungutan Suara dengan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 pada Pilkada Serentak 2020, di TPS 18 Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (12/9/2020). Simulasi ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan pembelajaran kepada pemilih dalam melaksanakan pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 ditengah pandemi COVID-19.

Golput jadi alternatif

Protes masyarakat terhadap keputusan pemerintah terkait penyelenggaraan Pilkada ini secara potensial akan memunculkan masyarakat Golput (Golongan Putih) karena alasan kesehatan dan keselamatan warga.

Seruan Golput pertama misalnya dilontarkan oleh Azyumardi Azra, guru besar UIN Syarif Hidayatullah, salah satu tokoh intelektual Muslim ini menyatakan diri secara terbuka untuk tidak akan berpartisipasi dalam Pilkada 2020 atau memilih menjadi golput (golongan putih).

Hal ini ia sampaikan melalui akun twitter pribadinya sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan kepada masyarakat dan tenaga medis yang terdampak dan tengah berjuang keras untuk mengakhiri pandemi ini.

Ini mungkin saja terjadi karena keputusan masyarakat untuk Golput ini pernah terjadi di beberapa negara yang tetap memutuskan untuk menyelenggarakan Pemilu di tengah kondisi pandemi yang belum mereda.

Mantan Wapres RI Jusuf Kalla dalam opini di harian Kompas yang berjudul Pilihan Menyelamatkan Rakyat (21/09/2020) merujuk Pemilu di Queensland-Australia yang diselenggarakan Maret lalu. Banyak warga yang memutuskan untuk tidak memilih demi terhindar dari penularan Covid-19. Mereka rela membayar denda yang ditetapkan oleh pemerintah karena menjadi Golput.

Hal yang sama juga terjadi di Perancis yang dalam pemilihan lokal hanya 44,7 persen warga yang berpartisipasi. Demikian juga dengan pemilu di Iran yang hanya diikuti oleh sekitar 40 persen. Ini merupakan kondisi terburuk sejak Revolusi Iran di tahun 1979.

Dalam situasi pandemi menjadi Golput boleh jadi adalah pilihan yang paling rasional mengingat kesehatan dan keselamatan publik tengah terancam.

Jika pemerintah tetap bersikeras mengambil risiko bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap negara juga akan menurun. Situasi ini diperparah dengan maraknya spekulasi tentang kolusi dan menguatnya politik dinasti di kalangan pemerintah serta maraknya politik uang karena perekonomian Indonesia yang semakin terpuruk sehingga Pilkada yang bersih dan jujur sulit untuk diselenggarakan.

Oleh karena itu pemerintah seharusnya segera mengambil sikap untuk menunda Pilkada sampai situasi terkendali. Sebagai negara demokrasi seharusnya suara rakyat adalah prioritas negara.

Jangan sampai pesta demokrasi hanya dinikmati oleh segelintir kelompok elite politik tertentu yang mencari kekuasaan dan keuntungan namun harus berakhir dengan mengorbankan nyawa rakyat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com