Selain itu, mogok nasional juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.
Baca juga: UU Cipta Kerja Hapus Hak Pekerja Ajukan Gugatan jika Tak Terima PHK
Said menyatakan, aksi mogok nasional ini didasarkan pada UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000, khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
"Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik," tegas Said.
Said menuturkan, dalam mogok kerja tersebut, buruh juga akan menyuarakan berbagai tuntutan menyusul lahirnya UU Cipta Kerja.
Antara lain, buruh menuntut upah minimum kota (UMK) tanpa syarat dan upah minimum sektoral kota (UMSK) tidak dihilangkan. Selain itu, buruh meminta nilai pesangon tidak berkurang.
Buruh juga menolak adanya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup.
Kemudian, buruh juga menolak adanya outsourcing seumur hidup, waktu kerja yang eksploitatif, serta hilangnya cuti dan hak upah atas cuti.
Baca juga: UU Cipta Kerja: Pelanggar Perjanjian Kerja Bisa Langsung Di-PHK
Buruh juga menuntut karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapatkan jaminan kesehatan dan pensiun.
"Sementara itu, terkait dengan PHK, sanksi pidana kepada pengusaha dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003," terang Said.
Sikap penolakan juga ditunjukkan kalangan akademisi yang berasal dari 30 perguruan tinggi.
Para akademisi ini menolak UU Cipta Kerja karena menabrak banyak aturan, bahkan nilai-nilai Pancasila.
"Aturan itu tidak hanya berisikan pasal-pasal bermasalah di mana nilai-nilai konstitusi (UUD 1945) dan Pancasila dilanggar bersamaan, tetapi juga cacat dalam prosedur pembentukannya," demikian petikan pernyataan para akademisi.
Dalam pandangan para akademisi ini, setidaknya ada lima permasalahan mendasar dalam UU Cipta Kerja.
Baca juga: UU Cipta Kerja Hapus Sanksi bagi Pengusaha yang Tak Bayar Upah Sesuai Ketentuan
Pertama, masalah sentralisasi yang dianggap menyerupai kondisi Orde Baru.
Sebab, terdapat hampir 400-an pasal yang menarik kewenangan kepada Presiden melalui pembentukan peraturan Presiden.