Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sederet Kebijakan Kontroversial Jokowi Selama Pandemi Covid-19...

Kompas.com - 06/10/2020, 05:33 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, kenaikan iuran ini demi menjaga keberlanjutan operasional BPJS Kesehatan yang sudah lama mengalami defisit.

Namun, pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai, langkah Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung.

Sebab, pada Februari MA juga telah membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan dengan mengubah sedikit nominalnya, menurut Feri, merupakan upaya bermain hukum.

"Mungkin di sana upaya main hukumnya. Dengan demikian, Presiden bisa beralasan bahwa perpres ini tidak bertentangan dengan putusan MA," kata Feri.

Sementara, Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menilai, langkah menaikkan iuran saat pandemi Covid-19 berlangsung memperlihatkan bahwa pemerintah tidak mempunyai kepekaan sosial.

Baca juga: Dimulai 2021, Bagaimana Perkembangan Proses Peleburan Kelas BPJS Kesehatan?

Padahal, menurut dia, peserta mandiri adalah kelompok masyarakat pekerja informal yang perekonomiannya sangat terdampak oleh Covid-19.

"Pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikkan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat," ujar Timboel.

3. Pilkada 2020

Kebijakan kontroversial selanjutnya adalah tetap menggelar pilkada di tengah pandemi Covid-19.

Komisi II DPR dan pemerintah sepakat Pilkada 2020 tetap digelar pada 9 Desember.

Padahal, berbagai elemen masyarakat sudah meminta pilkada untuk ditunda karena bisa menjadi klaster penularan Covid-19.

Misalnya, ormas Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sama-sama kompak meminta agar pilkada ditunda terlebih dahulu.

Baca juga: Persentase Kematian Covid-19 di Sumsel Lampaui Nasional, IDI Minta Pilkada Ditunda

Kedua ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut sepakat bahwa kesehatan dan keselamatan masyarakat harus menjadi yang utama di masa pandemi ini.

Lembaga swadaya masyarakat semisal Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) hingga Indonesia Corruption Watch (ICW) juga meminta pilkada ditunda karena berpotensi menambah penyebaran Covid-19 serta rawan kecurangan.

Bahkan mayoritas masyarakat umum juga ingin pilkada ditunda. Hal itu terpotret oleh hasil survei Charta Politika dan Indikator Politik Indonesia.

Terbaru, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia juga meminta pemerintah untuk menunda pilkada.

LIPI yang merupakan lembaga pemerintah non-kementerian itu menilai bukan sebuah keputusan bijak menggelar pilkada di tengah pandemi.

Kekhawatiran berbagai pihak itu beralasan apabila melihat tahap awal pendaftaran pilkada di mana konsentrasi massa masih terjadi.

Baca juga: Suara-suara yang Desak Pilkada Ditunda Vs Keputusan Pemangku Kepentingan

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito pun mengakui, kenaikan kasus Covid-19 baru-baru ini salah satunya disebabkan akibat kontestasi pilkada.

Bahkan, penyelenggara hingga peserta pilkada ikut terpapar Covid-19.

Dari KPU Pusat, ada tiga komisioner yang terpapar Covid-19, yakni Arief Budiman, Evi Novida Ginting serta Pramono Ubaid. Ketua KPU Sulawesi Selatan Faisal Amir juga ikut terpapar setelah sempat bertemu Arief.

Dari komisoner Bawaslu pusat, ada Ratna Dewi Pettalolo yang sudah lebih dulu tertular Covid-19.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com