JAKARTA, KOMPAS.com - Munculnya pernyataan yang mengungkapkan bahwa rumah sakit sengaja mendiagnosis pasien dengan penyakit Covid-19 harus disertai bukti yang kuat. Tanpa adanya bukti, hal itu sebatas menjadi tudingan yang memunculkan diskursus yang tidak sehat di masyarakat.
Akibatnya, muncul persepsi keliru seolah-olah rumah sakit sengaja melakukan praktik kecurangan terhadap pasien. Jika itu dibiarkan, dampaknya dapat timbul misinformasi dan disinformasi yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19.
Namun sebaliknya, jika memang terbukti ada rumah sakit nakal yang sengaja mendiagnosis pasien meninggal dalam keadaan negatif Covid-19, sebagai pasien positif Covid-19, juga harus ditindak dengan tegas.
Baca juga: Pernyataannya Jadi Sorotan, Ini Penjelasan Ganjar soal RS Harus Jujur Data Kematian Pasien
Dugaan itu sebelumnya muncul dalam perbincangan antara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko. Saat bertemu di Semarang, Jawa Tengah pada Kamis (1/10/2020), keduanya membahas perkembangan penanganan Covid-19.
Termasuk, isu soal adanya rumah sakit nakal yang "meng-Covid-kan" pasien yang dilakukan rumah sakit rujukan agar mendapatkan anggaran dari pemerintah.
"Tadi saya diskusi banyak dengan Pak Gubernur, salah satunya adalah tentang definisi ulang kasus kematian selama pandemi. Definisi ini harus kita lihat kembali, jangan sampai semua kematian pasien itu selalu dikatakan akibat Covid-19," kata Moeldoko di Semarang, Kamis (1/10/2020) lalu, seperti dilansir dari Antara.
Menurut dia, sudah banyak kasus, orang sakit biasa atau mengalami kecelakaan, tetapi disebut meninggal akibat Covid-19 oleh rumah sakit. Meskipun hasil pemeriksaan kesehatannya dinyatakan negatif Covid-19.
"Ini perlu diluruskan agar jangan sampai ini menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu," kata dia.
Baca juga: Persi Pastikan Tak Ada RS yang Nakal Meng-Covid-kan Pasien Meninggal
Ganjar pun mengamini keberadaan isu tersebut. Menurut dia, hal serupa juga sudah pernah terjadi di Jawa Tengah.
"Ada orang diperkirakan Covid-19 terus meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata negatif. Ini kan kasihan, ini contoh-contoh agar kita memperbaiki hal ini," ucapnya.
Pernyataan keduanya kemudian viral dan menjadi perbincangan di jagat Twitter hingga Sabtu (3/10/2020) siang.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meminta agar Polri mengusut adanya dugaan permainan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit berdasarkan informasi tersebut. Sebab, biaya perawatan pasien Covid-19 yang harus dibayar pemerintah tidaklah sedikit.
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp 105 juta sebagai biaya paling rendah.
Untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp 231 juta per orang.
Baca juga: 200 Mahasiswa PTIQ Cilandak yang Positif Covid-19 Diisolasi di Wisma Atlet dan Tower Pademangan
"Segera bongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk meraih keuntungan dengan cara meng-Covid-kan orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena Covid-19," kata Neta dalam keterangan tertulis, Sabtu, seperti dilansir dari Antara.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Kuntjoro Adi Purjanto menyatakan, pihaknya mendukung pemberian sanksi kepada rumah sakit nakal yang terbukti melakukan tindakan kecuaran.
Ia pun mengatakan Persi terbuka terhadap semua masukan dan kritik untuk memperbaiki penanganan Covid-19 di seluruh rumah sakit.
"Persi mengimbau, mengajak, dan senantiasa berkolaborasi kepada para pihak yang berkepentingan memperbaiki pelayanan kesehatan dalam penanganan pandemi Covid-19," kata Kuntjoro dalam keterangan tertulis, Minggu (4/10/2020).
Baca juga: Persentase Kematian Covid-19 di Sumsel Lampaui Nasional, IDI Minta Pilkada Ditunda
"Persi menerima masukan, aspirasi, dan keluhan yang dapat disampaikan dengan cara yang tepat dan saluran yang benar," imbuh dia.
Sementara itu, Humas Persi Anjari Umarjiyanto menyatakan, pihaknya belum menerima aduan masyarakat atas dugaan tindakan kecurangan yang dilakukan rumah sakit.
Kendati demikian, pihaknya proaktif dalam melakukan klarifikasi terhadap rumah sakit yang diopinikan negatif.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya. Menurut dia, hingga kini belum ada tembusan dari Biro Komunikasi Publik dan Yanmas Kemenkes terkait hal tersebut.
Ada dua kemungkinan mengapa aduan itu belum diterima pihaknya sejauh ini. Pertama, karena belum adanya pengaduan. Kedua, sudah ada pengaduan tetapi tidak disertai bukti yang kuat.
Baca juga: Kemenkes dan PERSI Belum Menerima Bukti Adanya Dugaan RS Nakal
Kuntjoro menuturkan, munculnya pernyataan yang tak disertai bukti dan fakta yang kuat akan membangun persepsi keliru masyarakat terhadap rumah sakit. Efek dampak panjangnya, hal itu dapat menghasilkan misinformasi dan disinformasi yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Terbangunnya opini 'rumah sakit meng-Covid-kan pasien' menimbulkan stigma dan pengaruh luar biasa pada menurunnya kepercayaan publik terhadap rumah sakit dan meruntuhkan semangat dan ketulusan pelayanan yang dilaksanakan rumah sakit dan tenaga kesehatan," kata dia.
Ia menegaskan, rumah sakit selalui mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dalam menangani pasien Covid-19. Termasuk, pasien-pasien yang dinyatakan meninggal dunia.
Aturan yang dimaksud yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Covid-19.
Baca juga: Perhimpunan RS: Opini Meng-Covid-kan Pasien Runtuhkan Ketulusan Tenaga Kesehatan
Tindakan pemulasaran jenazah pasien kasus probable dan konfirmasi yang meninggal dunia diberlakukan dengan tata laksana Covid-19.
Kuntjoro menambahkan, Persi berkomitmen dan senantiasa mendukung upaya pemerintah dalam penanggulangan pandemi Covid-19 dengan memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19, maupun pasien umum yang membutuhkan.
Persi melalui rumah sakit anggotanya memenuhi tanggung jawabnya untuk melayani kesehatan seluruh masyarakat, baik pasien Covid-19 dan non-Covid-19, dengan segala risiko tinggi.
Ia pun mengingatkan pihak rumah sakit agar menangani pasien Covid-19 sesuai dengan ketentian yang telah ditetapkan pemerintah, sehingga tak perlu menawarkan fasilitas di luar ketentuan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.