Selanjutnya pada Pilpres 2019, Presiden Jokowi sempat menunjukkan sikap penolakan atas rencana revisi tersebut. Namun, setelah pilpres selesai, sikap presiden berubah.
Hanya butuh sepekan bagi Jokowi memberi lampu hijau untuk merevisi UU tersebut.
Bak operasi senyap, Badan Legislasi DPR menetapkan pembahasan RUU tersebut sebagai usul inisiatif DPR pada 5 September 2020.
Baca juga: RUU KPK Disahkan, 3 Fraksi Beri Catatan soal Dewan Pengawas
Setelah itu, pembahasan dikebut. Baleg bahkan tidak pernah mempublikasikan rapat pembahasan draf RUU.
Meski gelombang penolakan terus bergulir, pada akhirnya hasil revisi UU itu disahkan pada 17 September 2019.
UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara yang disahkan pada 12 Mei lalu, merupakan hasil revisi atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
Pembahasan 938 poin yang masuk ke dalam Daftar Inventaris Masalah pun terbilang kilat. Sejak Panja RUU Minerba terbentuk pada 13 Februari, hanya butuh waktu tiga bulan bagi panja untuk menyelesaikan pembahasan.
Pada saat pengambilan keputusan di rapat paripurna, hanya Fraksi Demokrat yang menolak dan meminta ulang pembahasan RUU itu. Sedangkan, sembilan fraksi lainnya setuju untuk disahkan.
Baca juga: RUU Minerba Resmi Disahkan Jadi Undang-undang
Pengesahan RUU ini bukan tanpa penolakan. Salah satu pihak yang menolak yaitu kelompok Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Beberapa poin yang ditolak seperti perpanjangan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa pelelangan.
Kemudian, meski ada penambahan, penghapusan serta perubahan pasal yang berkaitan dengan kewenangan dan pengusahaan perizinan, namun tidak ada satu pun pasal yang mengakomodasi kepentingan atas dampak industri pertambangan dan kepentingan masyarakat di daerah tambang serta masyarakat adat.
Baca juga: Jatam: Pembahasan RUU Minerba Tak Libatkan Masyarakat Lingkar Tambang