Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta KY Dalami Tren Diskon Hukuman Koruptor di MA, Pakar: Masak Lembaga Pengawas Praduga Tak Bersalah

Kompas.com - 02/10/2020, 14:14 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) diminta berperan aktif mendalami alasan di balik maraknya pemotongan hukuman terpidana korupsi oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat peninjauan kembali (PK).

Pakar hukum tata negara pada Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, KY sebagai lembaga pengawas MA semestinya tidak menggunakan asas praduga tak bersalah dalam melihat fenomena diskon hukuman koruptor tersebut.

"Masak lembaga pengawas kerjanya presumption of innocence, padahal ada presumption of guilty kan, ada praduga bersalah. Kalau orang kemudian lalai menyimpangkan sesuatu, kan ada yang harus mereka tegakkan," kata Feri saat dihubungi, Jumat (2/10/2020).

Baca juga: Soal Diskon Hukuman Koruptor, Ahli: Kalau Perlu KY Kerja Sama KPK Sadap Hakim MA

Feri berpendapat, KY terkesan melepas tanggung-jawab mereka dalam mengawasi MA bila mereka menganggap setiap putusan PK murni didasari independensi hakim.

Padahal, menurut Feri, maraknya pemotongan hukuman tersebut merupakan suatu yang janggal yang semestinya didalami oleh KY.

Salah satu kejanggalan yang dimaksud Feri adalah tidak digunakannya putusan-putusan terdahulu sebagai salah satu sumber hukum dalam menjatuhkan putusan.

Khususnya putusan mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar yang dinilai monumental karena memiliki semangat keadilan dan penjeraan.

Baca juga: Marak Diskon Hukuman Koruptor, Komitmen MA Berantas Korupsi Dipertanyakan

"Hal yang mencurigakan, hal yang patut diduga ada kaitannya dengan problematika etik, harus dia selidiki. Asasnya kan KY sebagai pengawas mereka harus mewaspadai hal-hal atau apapun yang kemudian punya motif pelanggaran etik," kata Feri.

Feri menuturkan, sejumlah tindakan yang dapat dilakukan KY antara lain meninjau putusan dan melihat potensi pelanggaran etik di baliknya, memeriksa hakim, hingga membentuk mahkamah etik untuk menyidang hakim yang diduga melanggar etik.

Seperti diketahui, dalam beberapa waktu terakhir MA telah mengabulkan peninjauan kembali sejumlah terpidana korupsi dan memotong masa hukuman mereka.

Baca juga: Penjelasan MA Terhadap Kritik Maraknya Pemotongan Hukuman Koruptor

Terbaru, MA mengambulkan PK yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mengurangi hukumannya dari 14 tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 8 tahun penjara.

Putusan PK Anas tersebut memperpanjang daftar terpidana korupsi yang hukumannya dipotong oleh MA.

KPK sebelumnya mencatat sedikitnya ada 20 orang terpidana korupsi yang mendapat pemotongan hukuman setelah PK yang mereka ajukan dikabulkan MA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com