Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Covid-19 Tembus 291.182, Indonesia Minta Bantuan Alat Rapid Test Antigen ke WHO

Kompas.com - 02/10/2020, 07:05 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penularan Covid-19 masih terjadi hingga Kamis (1/10/2020). Selama 24 jam terakhir, pemerintah mencatat penambahan 4.174 kasus positif Covid-19.

Penambahan itu menyebabkan kasus Covid-19 di Tanah Air kini mencapai 291.182 orang, terhitung sejak diumumkannya kasus pertama pada 2 Maret 2020.

Penambahan 4.174 kasus Covid-19 ini merupakan hasil dari pemeriksaan spesimen sebanyak 43.592 spesimen dalam satu hari.

Baca juga: [POPULER NASIONAL] 10.856 Orang Meninggal Akibat Covid-19 | Istana Ingatkan KAMI: Jangan Coba Ganggu Stabilitas Nasional

Pada periode itu, ada 30.296 orang yang diambil sampelnya untuk pemeriksaan spesimen.

Di samping itu, ada penambahan 3.540 pasien Covid-19 sembuh. Dengan demikian, total pasien sembuh menjadi 218.487 orang.

Sementara itu, kasus kematian bertambah 116, sehingga pasien Covid-19 meninggal dunia menjadi 10.856 orang.

Selain itu, pemerintah mencatat, ada 135.480 orang berstatus suspek Covid-19.

Secara kumulatif, pemerintah telah memeriksa 3.365.490 spesimen dari 2.023.990 orang yang diambil sampelnya.

Kasus Covid-19 di Indonesia diketahui telah menyebar di 497 kabupaten/kota di 34 provinsi.

Sementara itu, kasus baru Covid-19 terjadi di 33 provinsi.

DKI Jakarta mencatat penambahan terbanyak dengan 1.253 kasus.

Kemudian, Jawa Barat bertambah 559 kasus, Jawa Timur sebanyak 314 kasus, Jawa Tengah sebanyak 299 kasus, dan Riau sebanyak 265 kasus.

Minta bantuan alat rapid test antigen ke WHO

Sementara itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menuturkan, Indonesia telah mengajukan permohonan bantuan alat rapid test berbasis antigen kepada Badan Kesehatan Dunia ( WHO).

"Kami telah berkomunikasi dengan perwakilan WHO yang ada di Indonesia dan kami telah memohon untuk bisa dapat dipertimbangkan mendapatkan bantuan dari WHO untuk tes cepat ini," ujar Wiku dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/10/2020).

Baca juga: Indonesia Minta Bantuan Alat Rapid Test Antigen ke WHO

Rapid test antigen merupakan bentuk tes cepat yang memanfaatkan sampel usap untuk mendeteksi ada tidaknya antigen virus corona dalam tubuh.

Berbeda dengan rapid test antibodi yang selama ini jamak dipakai di Indonesia, rapid test antigen dianggap lebih akurat karena mendeteksi langsung bagian dari virus Covid-19.

Sementara itu, rapid test antibodi selama ini hanya mendeteksi ada tidaknya antibodi dalam darah.

Hasil dari rapid test antigen juga keluar cukup cepat, yakni hanya sekitar 15 menit setelah tes pada sampel usap.

"Ini agar kita bisa mendeteksi dengan lebih cepat dari kasus atau masyarakat yang menderita Covid-19," ucap Wiku.

Menurut Wiku, WHO telah menyediakan 120 juta alat tes cepat berbasis antigen ini untuk 133 negara di dunia.

Negara yang jadi prioritas adalah negara-negara middle income country dan negara -negara dengan jumlah kasus besar.

Baca juga: AS Targetkan 100 Juta Tes Covid-19 Antigen yang Murah dan Cepat

Namun, apabila tidak mendapat bantuan, Wiku memastikan bahwa pemerintah akan tetap mengupayakan rapid test antigen bisa masuk ke Indonesia.

Pemerintah sudah mengantongi rekomendasi dari WHO terkait daftar alat tes cepat antigen yang memiliki kualitas baik.

"Sedang kami review untuk selanjutnya mungkin akan digunakan dan tentu akurasinya yang lebih tinggi karena ini pendeteksi antigen," kata dia.

Meski begitu, Wiku menegaskan, rapid test antigen ini nantinya tetap hanya akan digunakan untuk sebatas screening awal.

Tes ini bukan untuk mendiagnosis dan menentukan seseorang terpapar Covid-19 atau tidak.

"Dalam rangka proses skrining sebelum selanjutnya dilakukan tes untuk penegakan diagnosa dengan real time PCR," kata Wiku.

Biaya swab test tak beratkan masyarakat

Dalam upaya penanganan Covid-19, pemerintah memastikan biaya tes usap (swab test) nantinya tidak akan memberatkan masyarakat yang hendak melakukannya secara mandiri.

"Harga swab berkisar antara Rp 439.000-Rp 797.000 masih dikaji terus oleh pemerintah, karena kita ingin memastikan bahwa harga swab tersebut betul-betul dapat terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan," kata Wiku.

Baca juga: Sering Dikeluhkan, Ini Alasan Mengapa Tes Swab Mahal

Kendati demikian, pemerintah harus menyesuaikannya dengan penyelenggara tes yang merupakan pihak swasta.

Wiku mengatakan bahwa masing-masing penyelenggara tes usap memiliki peralatan dan perlengkapan berbeda sehingga memunculkan harga yang variatif.

Namun, pemerintah berupaya mencari jalan tengah sehingga ketentuan biaya tes usap tak memberatkan masyarakat sekaligus tak merugikan penyedia jasa tes.

"Bahwa penyelenggara tes tersebut juga bervariasi dan memang sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan dan tentunya pasti mengambil untung harus dilakukan," kata Wiku.

"Tapi dalam jumlah yang terbatas karena ini adalah masalah pandemi, sehingga toleransi secara keseluruhan nanti akan kami umumkan kepada publik setelah semua kajian tersebut selesai," ucap dia.

Tak tanggung biaya rumah sakit non-rujukan

Di sisi lain, dalam penanganan Covid-19, pemerintah sejauh ini belum bisa menanggung biaya perawatan pasien di rumah sakit swasta non-rujukan.

Pemerintah hingga kini baru menanggung seluruh biaya pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan.

"Jadi tentunya pasien yang dirawat di RS swasta, kalau bukan bagian dari RS rujukan, tentunya belum bisa ditanggung," kata Wiku.

Baca juga: Satgas: Biaya Pasien Covid-19 di RS Non-Rujukan Tak Ditanggung Pemerintah

Karena itu, Wiku menyarankan pasien yang ingin bebas dari biaya untuk memilih RS rujukan pemerintah.

Wiku mengatakan, pemerintah akan menyediakan ambulans khusus sebagai akomodasi pasien menuju rumah sakit dan puskesmas.

Selain untuk memudahkan pasien, hal ini juga untuk mencegah penularan virus corona semakin meluas.

"Jadi silakan menghubungi RS terdekat agar bisa dilakukan penjemputan dan dirawat dengan baik, tanpa memberikan risiko kepada pihak lain dengan kendaraan yang mungkin tidak didesain untuk membawa pasien dengan gejala Covid-19," kata Wiku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com