JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, tuduhan Vanuatu bahwa terjadi pelanggaran HAM di Papua adalah hal yang mengada-ada.
"Bagi Indonesia, Vanuatu itu mengada-ada," ujar Mahfud MD dalam konferensi pers virtual, Kamis (1/10/2020).
Mahfud menjelaskan, sejak Sidang Umum PBB 2016, jumlah negara yang menyuarakan tuduhan pelanggaran HAM di Papua mengalami penurunan.
Pada masa itu, kata Mahfud, sedikitnya ada tujuh negara yang menentang Indonesia.
Baca juga: Soal Respons Indonesia ke Vanuatu, Kontras: Indonesia Seakan Tak Mengerti Konsep Diplomasi Baik
Namun seiring berjalan waktu, jumlah negara yang menentang Indonesia dalam agenda tahunan PBB itu berangsur menyusut.
Puncaknya adalah pada Sidang Umum PBB tahun 2020 ini yang hanya menyisakan negara Vanuatu.
"Sekarang tinggal satu, Vanuatu. Itu menarik. Sebab itu, tentu kita lebih banyak yang bangga," kata Mahfud MD.
Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa Vanuatu bukan perwakilan warga Papua saat menyampaikan hak jawab atas tuduhan pelanggaran HAM yang dilontarkan negara Pasifik itu terhadap Indonesia.
Baca juga: Instagram Pariwisata Vanuatu Diwarnai Komentar Rasial, Ini Tanggapan Kemenlu
"Anda bukanlah representasi dari orang Papua, dan berhentilah berfantasi untuk menjadi salah satunya," kata Silvany Austin Pasaribu, diplomat muda yang mewakili Indonesia menggunakan hak jawab di Sidang Umum PBB, Sabtu (26/9/2020).
Dalam rekaman video resmi PBB, Silvany menyebut Vanuatu memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana Indonesia harus bertindak atau memerintah negaranya sendiri.
Sebab, hampir setiap tahun dalam Sidang Umum PBB, Vanuatu selalu menyinggung isu dugaan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Papua.
Ini merupakan tuduhan yang dianggap Indonesia sengaja digaungkan untuk mendukung separatisme.
Baca juga: Vanuatu Tanggapi Komentar Rasis dari Indonesia: Terlihat Terkoordinasi
"Indonesia akan membela diri dari segala advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian terhadap hak asasi manusia yang artifisial," kata Silvany.
Ia menegaskan bahwa sejak 1945, Papua dan Papua Barat merupakan bagian dari Indonesia yang merupakan keputusan final dan tidak dapat diubah.
Hal ini juga telah didukung dengan tegas oleh PBB serta komunitas internasional sejak beberapa dekade lalu.
"Prinsip-prinsip Piagam PBB yang jelas tidak dipahami Vanuatu adalah penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial," ujar Silvany.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.