JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sekaligus memotong masa hukumannyanya dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara.
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, PK Anas dikabulkan karena adanya kekhilafan hakim yang dinilai dapat dibenarkan.
"Menurut Majelis Hakim Agung PK, alasan permohonan PK Pemohon/Terpidana yang didasarkan pada adanya 'kekhilafan hakim' dapat dibenarkan dengan pertimbangan," kata Andi Samsan, Rabu (30/9/2020).
Kekhilafan yang dimaksud terkait dengan pasal yang didakwakan kepada Anas Urbaningrum.
Baca juga: MA Potong Hukuman Anas Urbaningrum Jadi 8 Tahun Penjara
Majelis hakim PK berpendapat pasal yang tepat dikenakan kepada Anas adalah Pasal 11 UU Tipikor, bukan Pasal 12a UU Tipikor.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim PK menyebut, setelah mencermati alat-alat bukti, diketahui uang dan fasilitas yang diterima Anas melalui PT Adhi Karya dan Permai Group dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan dan fee dari perusahaan lain.
Sebagian dana itu kemudian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.
Majelis hakim menyatakan, tidak ada satupun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas telah melobi pemerintah agar perusahaan itu mendapat proyek dan tidak ada bukti yang menunjukkan pengeluaran uang dari perusahaan tersebut atas kendali Anas.
"Hanya satu saksi di Permai Group yang menerangkan tersebut, yaitu saksi Nazaruddin. Sebagaimana hukum satu saksi tanpa didukung alat bukti lain adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian," kata majelis hakim.
Baca juga: Soal PK Anas Urbaningrum, KPK Percaya Hakim Independen dan Imparsial
Selanjutnya, pada proses pencalonan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Anas dinilai tidak pernah berbicara teknis soal uang yang ia dapat dalam rangka pencalonan dirinya.
Berdasarkan fakta hukum yang diperoleh, uang-uang yang dikeluarkan untuk pencalonan Anas didapat dari penggalangan dari simpatisan atas kedekatan dengan organisasi Anas sebelumnya.
"Yang kebetulan orang-orang tersebut duduk dalam stuktur organisasi perusahaan serta dari kader-kader Partai Demokrat pendukung Pemoohon PK yang mempunyai akses dalam perusahaan tersebut," kata majelis hakim.
Dana dan fasilitas tersebut diberikan kepada Anas dengan harapan akan mempermudah perusashaan-perusahaan tersebut untuk mendapatkan proyek yang didanai Pemerintah.
Baca juga: Anas Urbaningrum: Tidak Ada Barang Haram di Kamar Saya
Sebab, bila Anas terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan Ketua Fraksi di DPR, maka Anas mempunyai wewenang besar untuk mempengaruhi penataan anggaran-anggaran proyek Pemerintah dalam pembahasan di DPR.
"Apabila fakta-fakta hukum tersebut dihubungkan dengan dakwaan Pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan Judex Juris tidak tepat karena pemberian dana-dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Pemohon PK menduduki jabatan tersebut," kata majelis hakim.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.