JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Khoirunnisa Agustyati menilai, besaran penerimaan dana awal kampanye yang dilaporkan sejumlah pasangan calon kepala daerah di Pilkada 2020 tidak wajar.
Ketidakwajaran itu terlihat dari beberapa paslon yang melaporkan dana awal kampanye dengan jumlah sangat kecil, misalnya Rp 50.000, Rp 100.000 atau Rp 500.000.
"Menurut kami angka tersebut tidak wajar dan ini memang praktik yang berulang, peserta pemilu melaporkan LADK seadanya," kata Khoirunnisa kepada Kompas.com, Rabu (30/9/2020).
Khoirunnisa menyebut, laporan awal dana kampanye (LADK) yang disampaikan paslon ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa dianggap sebagai indikator awal untuk melihat kejujuran paslon.
Baca juga: Data KPU Terbaru: 715 Bakal Paslon Penuhi Syarat Peserta Pilkada
Seharusnya, paslon dapat membuka dana awal kampanye secara utuh demi transparansi kepada publik.
Paslon yang jujur dan terbuka dalam hal LADK justru dapat terhindar dari sumbangan-sumbangan yang ilegal karena seluruh dana dicatatkan.
"Kalau tidak dicatat secara transparan, malah memberikan ruang-ruang kepada penyumbang yang ilegal," ujar dia.
Terkait hal ini, menurut Khoirunnisa, hal yang paling penting adalah pengawasan terhadap laporan dana kampanye itu sendiri.
Baca juga: Bawaslu Jateng Tindak Tegas Paslon Pilkada Pelanggar Protokol Kesehatan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa saja melakukan pengecekan apakah dana kampanye yang dilaporkan paslon sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.
Ke depan, seiring dengan berjalannya kampanye, Bawaslu juga bisa melakukan pengecekan dengan menghitung berapa banyak baliho kampanye yang sudah dipasang paslon dan dicocokkan dengan laporan dana awal kampanye.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan