JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan para calon kepala daerah berhitung secara cermat dalam mengeluarkan biaya kampanye pada pilkada.
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Giri Suprapdiono mengatakan, biaya kampanye yang terlampau besar dapat mendorong kepala daerah terpilih melakukan korupsi.
"Berhitunglah Bapak Ibu untuk mengeluarkan biaya selama kampanye ini karena nanti akan mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan," kata Giri dalam sebuah webinar yang disiarkan melalui akun Youtube Kanal KPK, Rabu (30/9/2020).
Baca juga: KPK Identifikasi 6 Modus Korupsi Kepala Daerah untuk Kembalikan Biaya Politik
Merujuk pada kajian Kementerian Dalam Negeri, Giri menyebut biaya yang dikeluarkan untuk menjadi bupati/wali kota sebesar Rp 20-30 miliar, sedangkan untuk menjadi gubernur sebesar Rp 20-100 miliar.
Menurut Giri, hal ini dapat berimbas pada munculnya perilaku koruptif kepala daerah yang ingin mengembalikan uang yang mereka keluarkan selama masa kampanye setelah menjabat.
Sebab, jika hanya megandalkan gaji, seorang kepala daerah tidak dapat menerima uang yang sama besarnya atau melebihi uang yang telah dikeluarkan.
Giri menuturkan, gaji bupati/wali kota adalah Rp 6,5 juta sedangkan gaji gubernur adalah Rp 8,5 juta.
Angka itu belum ditambah upah pungut pajak dari pendapatan asli daerah (PAD) di mana jika PAD suatu daerah di atas Rp 7,5 triliun maka kepala daerah akan mendapat 10 kali gaji.
"Kalau antara Rp 2,5-7,5 triliun tambahnya 8 kali gaji, Rp 100 juta enggak akan sampai menjadi kepala daerah," ujar Giri.
Baca juga: KPK Catat 397 Pejabat Politik Terjerat Korupsi Sejak 2004 hingga Mei 2020
Selain mengembalikan uang kampanye yang telah dihabiskan, Giri menyebut tak sedikit pula kepala daerah yang sudah berpikir untuk mengumpulkan uang yang akan digunakan pada Pilkada berikutnya.
"Jadi betapa capai Ibu Bapak bagaimana bisa menikmati dan melayani masyarakat kalau berpikirnya mengembalikan uang yang dikeluarkan pada Pilkada," ujar Giri.
Selain itu, Giri juga mengungkap enam modus korupsi yang dilakukan kepala daerah untuk mengembali biaya kampanye yang telah dikeluarkan.
Enam modus itu adalah jual-beli jabatan, korupsi pengadaan barang/jasa, jual-beli perizinan, korupsi anggaran, penerimaan gratifikasi dan penggelapan pendapatan daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.