JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi III DPR Herman Hery menilai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri mengalami peningkatan dalam sinergi dan koordinasi dengan lembaga negara lainnya.
Karena itu, menurut Herman, kesuksesan KPK tidak bisa dinilai hanya berdasarkan ukuran-ukuran kuantitatif, tetapi juga kualitatif.
"Suksesnya KPK tidak bisa hanya diukur dengan ukuran-ukuran kuantitatif seperti berapa banyak orang ditangkap. Tapi suksesnya KPK juga harus diukur dengan ukuran kualitatif seperti upaya-upaya pencegahan korupsi," ujar Herman saat dihubungi, Rabu (30/9/2020).
Baca juga: KPK Catat 397 Pejabat Politik Terjerat Korupsi Sejak 2004 hingga Mei 2020
Dia mengatakan, banyaknya penangkapan orang bukan satu-satunya tolok ukur baik atau buruknya kinerja KPK. Salah satu tugas KPK lainnya yaitu melakukan pencegahan korupsi.
Meski mengatakan institusi KPK mengalami peningkatan dari sisi koordinasi, Herman terus mendorong agar KPK berbenah diri.
Herman mengatakan KPK tidak boleh tertutup terhadap kritik dan saran publik.
"Saya mendorong KPK untuk terus melakukan pembenahan diri ke depannya. KPK juga harus membuka diri kepada seluruh masukan dari masyarakat dalam rangka mendukung kerja-kerja pemberantasan korupsi ke depan," katanya.
Baca juga: ICW Sebut Kinerja KPK Menurun, Anggota Komisi III: Jangan Lihat dari Penindakan Saja
Dia menegaskan, Komisi III selalu mengingatkan para mitra kerja tentang pentingnya penegakan hukum yang profesional dan independen.
"Kami juga selalu menekankan pentingnya sinergi dan koordinasi bagi seluruh aparat penegak hukum," ujarnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan kinerja KPK terkait penindakan kasus korupsi pada semester I-2020 cenderung menurun dibanding tahun sebelumnya
Peneliti ICW Wana Alamsyah menyebut pemantauan terhadap kinerja KPK dilakukan sejak 1 Januari hingga 30 Juni 2020 terhadap kanal institusi penegak hukum atau media kemudian dilakukan analisis deskriptif.
Baca juga: KPK Hanya Tindak 6 Kasus Korupsi dalam 6 Bulan Pertama 2020, Berikut Daftarnya...
"Dari semester I-2019 dibandingkan semester I-2020, kinerja KPK terjun bebas. Terjun bebas ya dalam konteks yang negatif," kata Wana, Selasa (29/9/2020).
Dia memaparkan, pada semester I-2020, KPK hanya menindak enam kasus korupsi dengan jumlah tersangka 38 orang.
Menurutnya, ada dua faktor yang menyebabkan anjloknya kinerja KPK.
Pertama adalah faktor aturan yang menyulitkan penyidik untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Kedua, yaitu pimpinan KPK yang dinilai bermasalah.
Baca juga: Pesan Febri Diansyah untuk KPK: Bangun Komunikasi Dua Arah
"Beberapa hari yang lalu melihat bahwa adanya dugaan pelanggaran etik begitu dan yang ini jangan-jangan salah satu kontribusi yang dilakukan oleh pimpinan KPK," ucap Wana.
Sementara itu, dilansir Kompas.id, Senin (28/9/2020), revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 telah membuat KPK lumpuh.
KPK tidak bertaji lagi dan pemberantasan korupsi menjadi kehilangan arah. Harapan satu-satunya ada pada dukungan publik.
Dukungan Masyarakat
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango pernah mengungkapkan kepada Kompas, kepercayaan dan dukungan masyarakat adalah hal terpenting bagi eksistensi KPK.
"Sangat sulit membayangkan bagaimana lembaga ini bisa eksis saat kepercayaan masyarakat telah tergerus,” tuturnya.
Hal tersebut diungkapkan Nawawi setelah pada Juni 2020 lalu, Litbang Kompas melakukan jajak pendapat terhadap 591 responden di 33 provinsi.
Dari hasil jajak pendapat tersebut, 44,6 persen responden menjawab citra KPK baik. Sementara pada jajak pendapat Januari 2020 terdapat 64,2 persen responden yang menjawab baik.
Baca juga: Febri Diansyah: Independensi KPK Tidak Cukup dengan Satu Kalimat
Persepsi masyarakat terkait citra KPK tercatat menjadi yang terburuk dalam delapan jajak pendapat secara berkala oleh Litbang Kompas dari Januari 2015 hingga Juni 2020.
Dari sisi tingkat kepuasan terhadap kinerja KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi, 56,9 persen responden menyatakan tidak puas. Persentase ini lebih buruk dibandingkan jajak pendapat sebelumnya, 35,9 persen.
Nawawi menuturkan, jika rasa kepercayaan ini tergerus akibat pengaruh dari kekecewaan terhadap kebijakan regulasi yakni revisi terhadap UU 30/2002 dengan terbitnya UU 19/2019, tentu itu ada di luar persoalan KPK sendiri.
Baca juga: ICW: Kinerja KPK pada Semester I-2020 Terjun Bebas
Lain halnya jika tergerusnya itu dipandang dari sisi kinerja tim pimpinan yang ada sekarang.
Hal tersebut harus dipandang sebagai bentuk koreksi terhadap segala aspek dan perilaku kinerja pimpinan. Pimpinan harus meresponsnya dengan mengevaluasi kembali model perilaku kinerja yang ada sekarang ini.
Meskipun demikian, seharusnya masih ada yang dapat sedikit menjaga rasa kepercayaan publik terhadap KPK.
”Bukankah arus bawah di lembaga ini masih ’arus semangat’ yang sama dengan rezim kepemimpinan KPK sebelumnya?” tutur Nawawi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.