JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas Perempuan meminta agar penyidikan dan penahanan terhadap kepala daerah yang diduga terlibat kasus dugaan kekerasan seksual tak perlu membutuhkan persetujuan tertulis dari presiden atau menteri.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi meminta agar hal tersebut diatur dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
"Merekomendasikan kepada DPR dan pemerintah khususnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk menghapuskan ketentuan memerlukan persetujuan tertulis dari menteri atau presiden," katanya dalam konferensi pers daring, Selasa (29/9/2020).
Baca juga: Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Timur Desak RUU PKS Masuk Prolegnas 2021
Ketentuan perihal persetujuan tertulis tersebut tertuang dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Pasal 90 ayat (1) menyebutkan, tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap gubernur atau wakil gubernur membutuhkan persetujuan tertulis dari presiden.
Sementara, untuk bupati, wakil bupati, wali kota dan/atau wakil wali kota memerlukan persetujuan tertulis dari Menteri.
Pada Pasal 90 ayat (2) tertulis, proses penyidikan dan penahanan dapat dilakukan apabila persetujuan tertulis tidak diberikan dalam waktu paling lambat 30 hari sejak permohonan diterima.
Baca juga: Fraksi PDI-P Berharap RUU PKS Kembali Masuk Prolegnas Prioritas
Namun, ketentuan itu tidak berlaku bagi kepala daerah yang tertangkap tangan melakukan kejahatan atau disangka melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman mati atau melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara.
Selain itu, Komnas Perempuan juga menyoroti kekuasaan yang dimiliki para kepala daerah sehingga berpotensi memengaruhi proses penegakan hukum.
Siti menuturkan, faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan munculnya potensi impunitas.
"Kondisi inilah yang menjadi tidak adil bagi korban dan juga tersangka yang lain dan berpotensi menghadirkan impunitas," ucap dia.
Baca juga: Kurang Bukti Apa Lagi, Kita Sudah Darurat RUU PKS
Ia mengatakan, Komnas Perempuan memberi perhatian khusus terhadap kasus kekerasan seksual dengan terduga pelaku pejabat publik.
Salah satunya adalah kasus dugaan eksploitasi seksual terhadap anak berusia 14 tahun yang diduga dilakukan Wakil Bupati Buton Utara Ramadio.
Kasus itu mencuat pada Desember 2019. Ramadio pun telah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi ia tidak ditahan.
Pada September 2020, berkas perkara Ramadio telah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh jaksa penuntut umum (JPU). Namun, kasusnya belum disidangkan.
Baca juga: Desakan Pengesahan RUU PKS dan Alotnya Pembahasan di Senayan