JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, pihak-pihak yang keberatan dengan pengangkatan dua anggota mantan Tim Mawar sebagai pejabat madya di lingkungan Kementerian Pertahanan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk membatalkan keputusan pengangkatan tersebut.
Menurut anggota Komnas HAM, peristiwa penculikan aktivis pada kurun 1997-1998 yang melibatkan Tim Mawar merupakan pelanggaran HAM berat. Presiden Joko Widodo pun pernah mengakui peristiwa tersebut.
"Dalam dua konteks di atas, keluarga korban bisa menggugat surat keputusan pengangkatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Kerangka dasarnya apakah ini dalam prosesnya melawan hukum atau tidak. Kemudian secara substansi, apakah keputusan yang diambil mencerminkan publik atau tidak," kata Choirul seperti dilansir dari Kompas.id, Rabu (30/9/2020).
Baca juga: Kontras Pertimbangkan Gugat Keppres Terkait Eks Tim Mawar Menjabat di Kemenhan
Ia menambahkan, pihak keluarga dapat mengajukan gugatan berlandaskan dua dokumen, yaitu formal dan informal. Dokumen formal berupa status kasus penculikan aktivis tersebut sebagai pelanggaran HAM berat.
Sedangkan dokumen informal adalah janji Presiden untuk menyelesaikan persoalan ini.
Choirul mengatakan, sudah bertahun-tahun kasus penculikan aktivis tidak kunjung selesai. Hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum. Asas kepastian hukum bisa menjadi dasar melanjutkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH).
"Di level narasi politik ketika kampanye pilpres, dikesankan seolah-olah ini menjadi perhatian dan akan diselesaikan. Tetapi, faktanya malah menciptakan hambatan-hambatan untuk penyelesaiannya. Untuk itu, PMH juga memungkinkan untuk dilakukan," kata dia.
Baca juga: KASN Dalami Proses Penunjukkan Eks Tim Mawar Jadi Pejabat di Kemenhan
Selain itu, imbuh Choirul, publik dapat menggugat pemerintah melalui gugatan warga negara atau citizen law suit.
Dalam gugatan tersebut, publik dapat mendalilkan bahwa pemerintah sudah tidak menyelenggarakan negara dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan negara yang baik. Adapun prinsip penyelenggaraan negara yang baik adalah kepedulian terhadap HAM, keadilan, serta kepastian hukum.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat, pihak yang mengajukan gugatan ke PTUN bisa berlandaskan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Menurut dia, pengangkatan dua eks Tim Mawar itu bermasalah karena mengabaikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU 30/2014.
AUPB meliputi kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan wewenang, keterbukaan, kepentingan umum, serta pelayanan yang baik.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengangkat dua pejabat baru yaitu Brigadir Jenderal TNI Dadang Hendrayudha sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Brigjen TNI Yulius Selvanus sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan Kemenhan.
Pengangkatan keduanya melalui Keputusan Presiden Nomor 166/TPA Tahun 2020 tertanggal 23 September 2020 setelah menerima usulan dari Prabowo.
Dadang dan Yulius merupakan anggota Tim Mawar yang dinyatakan pengadilan pada April 1999 terlibat dalam penculikan sembilan aktivis pada 1997-1998.
Semua anggota Tim Mawar adalah anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD, yang saat itu dipimpin oleh Prabowo Subianto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.