JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi mempertanyakan relevansi tugas baru yang diemban Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Presiden Joko Widodo menunjuk Prabowo menjadi leading sector proyek lumbung pangan dan Luhut menjadi Wakil Ketua Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Menurut Fahmi, penunjukan pejabat berlatar belakang militer tersebut dapat melahirkan anggapan pejabat sipil lemah.
"Di satu sisi citra aktor-aktor berlatar belakang militer kian menguat, di sisi lain sipil bisa dianggap lemah dan gagal," ujar Fahmi kepada Kompas.com, Senin (28/9/2020).
Baca juga: Proyek Food Estate, Jokowi Tugaskan Prabowo Urus Lumbung Pangan Singkong
Idealnya, kata dia, Luhut bisa fokus menangani bidang di kementeriannya.
Sebab, kedaulatan dan investasi bukan urusan remeh-temeh yang bisa dikerjakan tanpa perhatian besar.
Begitu juga dengan peran Prabowo dalam menangani lumbung pangan.
Fahmi menyatakan, kendati cadangan pangan sangat penting, namun hal itu bukan menjadi leading sector Kementerian Pertahanan.
"Jadi, biarkan lembaga lain yang lebih kompeten yang mengurus. Cukup beri saran dan masukan jika perlu," kata Fahmi.
Baca juga: 2 Minggu Ditangani Luhut, Bagaimana Kondisi Covid-19 di 9 Provinsi?
Fahmi mengkhawatirkan penunjukan pejabat berlatarbelakang militer akan terus diterapkan seiring menguatnya dukungan publik.
Peluang itu bisa terjadi, baik secara personal maupun kelembagaan yang tak mempunyai relevansi dengan latar belakangnya di dunia kemiliteran.
Menurutnya, peluang itu terjadi karena faktor peran militer di masa lalu yang dianggap mempunyai identitas dan pengetahuan lebih.
Padahal, ketika reformasi bergulir, salah satu agenda penting yang dilakukan adalah mengembalikan dan memperkuat militer sesuai peran dan fungsi pokoknya.
Baca juga: Wapres Terima Prabowo Subianto, Bahas Proyek Lumbung Pangan
"Sayangnya, itu bukan hal mudah dan kemudian belakangan bergerak ke arah yang salah," terang Fahmi.
"Alih-alih mengendalikan, kekuasaan sipil justru terjebak pada inferioritas mereka menghadapi superioritas dan mitos-mitos kepahlawanan dan kepeloporan yang dibangun sekian lama," jelas Fahmi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.