JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, Presiden Joko Widodo dapat menunda Pilkada 2020 tanpa melibatkan Komisi II DPR RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun demikian, diperlukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang baru terkait Pilkada.
"Kalau Presiden ingin menunda (Pilkada) karena pertimbangan dia yang paling paham soal lapangan terkait kesiapan, apalagi jumlah orang (korban) yang berjatuhan, ya dia harus menabrak ketentuan Perppu (lama) itu dengan membentuk Perppu yang baru," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Senin (28/9/2020).
Baca juga: Presiden Minta Kapolri Tindak Tegas Pelanggar Protokol Kesehatan pada Pilkada
Feri menuturkan, perppu baru dibutuhkan lantaran Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang kini telah ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 mengatur bahwa keputusan penundaan pilkada harus melalui persetujuan pemerintah, DPR dan KPU.
Pasal 201A Ayat (2) UU 6/2020 mengatur bahwa pemungutan suara serentak yang sempat tertunda akibat bencana non-alam akan dilaksanakan pada Desember 2020.
Kemudian, pada Pasal 201A Ayat (3) UU 6/2020 disebutkan, dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non-alam sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.
Adapun Pasal 122A Ayat (2) menyatakan, penetapan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak serta pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Feri, jika Presiden secara sepihak hendak menunda pilkada, maka dalam Perppu baru dapat disebutkan bahwa presiden berwenang menyatakan penundaan Pilkada jika dianggap telah terjadi hal-hal yang dinilai membahayakan orang banyak.
Dengan demikian, ketentuan dalam Perppu lama yang mensyaratkan penundaan Pilkada harus melalui keputusan pemerintah, DPR dan KPU, tidak akan berlaku.
"Kalau memang mau menunda ya keluarkan Perppu yang baru, menunda dalam artian tanpa perlu persetujuan tripartit itu, DPR, pemerintah dan penyelenggara," ujar Feri.
Baca juga: Dua Pimpinan KPU Masih Positif Covid-19, Tahapan Pilkada Tetap Berjalan
Feri mengatakan, jika Presiden menilai terdapat hal ihwal kegentingan memaksa yang menyebabkan pilkada harus ditunda, maka Preisden bisa membuat keputusan sendiri dengan menerbitkan perppu.
Ketentuan ini telah diatur dalam Undang Undang Dasar 1945.
"Karena itu hak Presiden. (Jika) ada hal unsur ihwal kegentingan yang memaksa dia bisa mengeluarkan Perppu dan mengabaikan ketentuan UU yang lama dengan membentuk pasal-pasal baru di dalam Perppu" kata Feri.
Untuk diketahui, pemerintah bersama Komisi II DPR dan KPU sepakat untuk tetap melanjutkan tahapan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19.
Namun demikian, Komisi II meminta agar penerapan protokol Covid-19 dilaksanakan secara konsisten dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas.
Baca juga: Kampanye Pilkada Dimulai, KPU Minta Protokol Kesehatan Diterapkan