Selain itu, Undang-undang ini juga dapat memberikan kepastian hukum terhadap bentuk-bentuk kekerasan seksual: pelecehan seksual; eksploitasi seksual; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan aborsi; perkosaan; pemaksaan perkawinan; pemaksaan pelacuran; perbudakan seksual; dan penyiksaan seksual.
Jaringan Masyarakat Sipil juga berharap Undang-undang juga mencakup pemidanaan khusus bagi pelaku korporasi, pelaku yang menghambat, bertindak lalai menjalankan kewajiban, serta sanksi administratifnya
Kemudian, Undang-undang yang memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam melakukan pencegahan tindak kekerasan seksual
Dan Undang-undang yang menegaskan pengaturan layanan pemerintah maupun layanan negara yang sinergetik dengan masyarakat dan LSM sebagai upaya pemulihan korban
Untuk diketahui, Jaringan Masyarakat Sipil untuk RUU PKS telah mendokumentasikan kasus Kekerasan Seksual sejak 2019 hingga 2020 dari sejumlah lembaga pengadalayanan di wilayah timur Indonesia.
Total kasus Kekerasan Seksual yang terdokumentasi hingga September 2020 adalah 481 kasus.
Kasus tertinggi adalah Pemerkosaan (220 kasus), disusul perkawinan anak (145 kasus).
Angka-angka ini hanyalah sebagian kasus yang sempat terpotret.
Baca juga: Fraksi PDI-P Berharap RUU PKS Kembali Masuk Prolegnas Prioritas
Pemerkosaan anak yang tinggi itu terjadi di hampir seluruh daerah.
Sebanyak 65 persen korban dari total kasus yang terdokumentasikan adalah anak-anak atau 314 orang. Dari jumlah itu, 12 korban adalah balita, 104 usia tanggung dan sisanya 198 adalah usia remaja. Semuanya berasal dari keluarga ekonomi lemah.
Adapun RUU PKS hingga saat ini belum disahkan karena pembahasan yang alot di DPR. RUU tersebut bahkan dicabut dari program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.