Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serikat Buruh Ancam Mogok Nasional, Baleg Ingatkan Tak Ganggu Ketertiban Umum

Kompas.com - 28/09/2020, 14:17 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, aksi unjuk rasa yang akan dilakukan serikat buruh dalam menyampaikan pendapat terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah hak konstitusional.

Namun, Awi mengingatkan, agar aksi unjuk rasa dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan dan tak mengganggu ketertiban umum.

"Cuma sekarang harus dipastikan bahwa demo, unjuk rasa, maupun aksi itu (mogok) harus sesuai ketentuan perundang-undangan yang ada, tidak boleh mengganggu ketertiban umum tidak merusak fasilitas negara dan semacamnya," kata Awi saat dihubungi, Senin (28/9/2020).

Baca juga: Klaster Ketenagakerjaan Kembali Dibahas, Buruh Ancam Mogok Nasional

Awi menegaskan, pembahasan klaster ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja dilakukan untuk kepentingan bersama.

Ia mengatakan, aspek perlindungan buruh tetap menjadi perhatian DPR dan pemerintah.

"Jadi kami tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan buruh dan juga memerhatikan iklim investasi supaya tidak mati," ujarnya.

Lebih lanjut, Awi mencontohkan, isu terkait pemberian pesangon Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 32 kali upah akan dihapuskan, namun dalam pembahasannya ketentuan tersebut tidak dihapus.

"Tetap 32 kali hitungannya cuma dengan komposisi dan penghitungan yang berbeda. Supaya apa? Supaya lancar mekanismenya itu berjalan dengan benar," pungkasnya.

Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Serikat Buruh Akan Mogok Kerja dan Unjuk Rasa

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sebelumnya menyatakan bahwa puluhan pimpinan konfederasi dan federasi serikat pekerja sepakat untuk melakukan mogok kerja nasional pada 6-8 Oktober 2020.

Aksi mogok nasional ini merupakan respons penolakan atas pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang dilakukan DPR dan pemerintah sejak Jumat (25/9/2020).

"Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi. Di mana para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan," ujar Said dalam keterangan tertulis, Senin (28/9/2020).

Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Serikat Pekerja Sebut 5 Juta Buruh Siap Mogok Nasional

Said menjelaskan, kesepakatan itu diputuskan dalam rapat yang dihadiri pimpinan KSPI, KSPSI AGN, serta perwakilan 32 federasi serikat pekerja.

Selain itu, ada pula aliansi serikat pekerja Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) yang beranggotakan 17 federasi.

Menurut dia, aksi mogok nasional akan dilakukan secara konstitusional dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Said mengatakan, aksi ini akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota yang bekerja beberapa sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, hingga pariwisata.

Baca juga: Kalangan Buruh Kritik Baleg DPR Bahas RUU Cipta Kerja di Hotel

Berbarengan dengan rencana itu, para buruh akan melakukan aksi unjuk rasa selama hampir satu pekan, yaitu sejak 29 September hingga 8 Oktober 2020.

Lokasi unjuk rasa di Jakarta akan difokuskan di Istana Negara, Gedung DPR, kantor Kemenko Perekonomian, dan kantor Kementerian Ketenagakerjaan.

Sementara itu, aksi unjuk rasa di kabupaten/kota lainnya akan dipusatkan di kantor gubernur atau DPRD setempat.

"Ketika aksi-aksi yang kami lakukan tidak ditanggapi, puncaknya kami akan melakukan mogok nasional yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia sebagaimana kami jelaskan di atas," ujar Said.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com