"Apakah mungkin untuk hilangkan kampanye tatap muka digantikan dengan virtual? Kalau dimungkinkan setidaknya mengurangi 80 persen kemungkinan penularan," ucap Helmy.
"Meskipun masih menyisakan catatan, bagaimana protokol kesehatan bisa diterapkan di bilik-bilik suara," kata dia.
Ia pun memastikan bahwa imbauan PBNU untuk menunda pelaksanaan Pilkada 2020 merupakan seruan moral agar keselamatan jiwa warga negara dipertimbangkan sebagai yang utama.
Sementara itu, tokoh NU Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus menyebut, pemerintah masih yakin mampu mengatasi pandemi Covid-19.
Baca juga: Tolak Pilkada, PBNU: Kita Belum Punya Success Story Menekan Covid-19
Menurut dia, hal tersebut terbukti dengan sikap pemerintah yang tetap melaksanakan pilkada meski masih terjadi pandemi.
Padahal, masyarakat sudah banyak yang meminta gelarannya ditunda karena khawatir pandemi terus meluas dengan angka yang semakin meninggi setiap hari.
"Rakyat, minimal yang diwakili NU dan Muhammadiyah, telah meminta pemerintah menunda pilkada serentak," ujar Gus Mus melalui akun Twitter-nya yang dikutip Kompas.com, Minggu (27/9/2020).
"Tapi tampaknya pemerintah masih yakin dengan kemampuannya menjaga dan menanggulangi dampak pandemi," kata dia.
Ia pun mengungkapkan, jangan-jangan hanya pemerintah yang yakin mampu menggelar pilkada secara aman.
Kicauan itu merupakan kicauan balasan atas artikel yang dibagikan akun @GUSDURians tentang konser dangdut yang digelar Wakil Ketua DPRD Tegal.
"Kita khawatir yang yakin hanya yang di Atas sana. Di bawah seperti dalam berita ini?" lanjut Gus Mus dalam cuitannya.
Cuitan tersebut ditulis Gus Mus pada Sabtu (25/9/2020) melalui akun Twitter-nya, @gusmusgusmu pada pukul 19.47 WIB.
Artikel yang direspons Gus Mus tersebut berisi tentang alasan polisi yang tidak berani membubarkan konser tersebut.
Baca juga: Kekhawatiran Gus Mus: Jangan-jangan Hanya Pemerintah yang Yakin Pilkada akan Aman
Kekhawatiran Muhammadiyah
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menegaskan, satu hal yang paling penting dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah menjaga kesehatan dan jiwa masyarakat dari dampak pandemi Covid-19.
Hal ini ia katakan dalam menanggapi keputusan pemerintah, penyelenggara pemilu, dan DPR soal penyelenggaraan Pilkada 2020.
"Untuk apa gunanya ada pilkada kalau gara-gara pilkada tersebut rakyat pada sakit dan meninggal dunia," kata Anwar kepada Kompas.com, Selasa (22/9/2020).
Anwar menyampaikan, sikap mendahulukan kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat juga telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut dia, pilkada baru dapat dilakukan jika pemerintah sudah bisa menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Baca juga: Tolak Pilkada 2020, PP Muhammadiyah: Utamakan Keselamatan Rakyat
Namun, apabila kesehatan dan keselamatan masyarakat belum bisa dijamin, pelaksanaan pilkada akan sangat berbahaya.
"Kalau hal itu tidak bisa dilakukan dan pemerintah tetap kukuh untuk menyelenggarakannya maka hal itu jelas-jelas sangat berbahaya dan sangat bertentangan dengan amanat yang ada dalam Pancasila dan UUD 1945," ujar dia.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berharap, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 berjalan lancar.
"Kalau tetap dilaksanakan pemilukada demi hak demokrasi, kita berharap semuanya berjalan baik dan lancar," kata Haedar kepada Kompas.com, Selasa (22/9/2020).
Namun, ia juga berharap ada yang bertanggung jawab apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, misalnya pandemi Covid-19 menjadi semakin tidak terkendali setelah Pilkada 2020.
Haedar bersyukur apabila pemerintah sudah siap menyelenggarakan pemilu seperti Singapura, Jerman, Perancis, dan Korea Selatan.
Negara-negara tersebut, menurut Haedar, dikenal maju dan berstandar tinggi dalam peran pemerintah, penegakkan hukum, sistem kesehatan, dan disiplin masyarakat.