Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara-suara yang Desak Pilkada Ditunda Vs Keputusan Pemangku Kepentingan

Kompas.com - 28/09/2020, 07:47 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahapan Pilkada 2020 di 270 daerah tetap dilanjutkan di tengah meningkatnya kasus Covid-19.

Keputusan ini diambil oleh pemerintah, DPR RI, dan penyelenggara pemilu melalui rapat kerja yang digelar Senin (21/9/2020).

"Komisi II DPR bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan Ketua DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia membacakan simpulan rapat, Senin.

Baca juga: Harapan Penundaan Pilkada dan Hak atas Kesehatan yang Harus Jadi Prioritas...

Padahal, di saat yang bersamaan, banyak pihak yang mendesak agar Pilkada 2020 ditunda sementara.

Desakan itu datang dari berbagai kalangan, mulai dari tokoh masyarakat, pegiat pemilu, bahkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah.

Meski pihak Istana sempat mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo mempertimbangkan berbagai usulan itu, nyatanya pemangku kepentingan memutuskan untuk tetap melanjutkan Pilkada 2020.

Kampanye tetap berjalan sebagaimana yang telah dijadwalkan 26 September-5 Desember dan hari pemungutan suara pun tetap akan digelar 9 Desember.

Atas keputusan tersebut, banyak pihak yang sedari awal meminta Pilkada ditunda masih bersikukuh pada sikap mereka.

Tak berempati 

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra bahkan memutuskan untuk golput pada Pilkada 2020.

Hal itu ia lakukan sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan bagi orang yang meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona (Covid-19).

"Saya golput Pilkada 9 Desember 2020 sebagai ungkapan solidaritas kemanusiaan bagi mereka yang wafat akibat wabah corona atau terinfeksi Covid-19," kata Azra melalui akun Facebook resminya yang dikutip Kompas.com, Selasa (22/9/2020).

Baca juga: Azyumardi Azra Pilih Golput di Pilkada: Ungkapan Solidaritas bagi Korban Covid-19

Kompas.com telah mengonfirmasi dan Azyumardi Azra membenarkan pernyataan yang dia tulis tersebut.

Azra menilai, jika Pilkada 2020 tetap dilaksanakan di masa pandemi Covid-19, akan tampak tidak memiliki empati pada korban yang telah meninggal dunia.

Menurut dia, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi juga menimbulkan potensi klaster baru Covid-19.

"Karena jika Pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember, sementara pemerintah gagal mengendalikan Covid-19, maka ini secara implisit tidak memiliki empati kepada mereka yang telah jadi korban wabah dan bahkan membuka pintu lebar-lebar bagi penyebaran Covid-19 lewat klaster pilkada," ucap dia.

Seruan moral PBNU

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini mengatakan, saat ini Indonesia belum memiliki cerita sukses yang bisa dijadikan indikator untuk menekan angka penularan Covid-19.

Hal itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa PBNU meminta agar penyelenggaraan Pilkada 2020 ditunda.

Ditambah lagi, faktanya masyarakat Indonesia belum disiplin menjalankan protokol kesehatan yang baik.

"Kita semua tahu, kita belum bisa disiplin protokol kesehatan yang baik. Kita belum punya satu success story di berbagai macam tempat yang bisa dijadikan indikator untuk menekan laju penambahan Covid-19," ujar Helmy, Rabu (23/9/2020).

Baca juga: Tolak Pilkada 2020 di Tengah Pandemi, PBNU: Seruan Moral demi Keselamatan Jiwa Warga Negara

Ia mengatakan, kondisi di Indonesia saat ini berbeda dengan negara-negara lain yang telah berhasil melakukan protokol kesehatan ketat.

Dengan demikian, mereka sudah bisa memulai kembali kegiatan dan aktivitas normal sehari-hari.

"Kalau kita melihat kondisi sekarang, PBNU memandang penyelenggaraan Pilkada 9 Desember 2020 kalau mau dipaksakan dengan model keteledoran kita sekarang, maka dalam pandangan PBNU hendaknya kita semua punya alternatif baru untuk lakukan penundaan," kata Helmy.

Ia mengatakan, penundaan Pilkada tersebut harus dilakukan sampai dapat dipastikan bahwa situasinya memungkinkan dan aman apabila diselenggarakan.

Namun, jika tetap dipaksakan di tengah pandemi, kata dia, harus dapat dipastikan bahwa tahapan rawan penularan Covid-19 yakni kampanye terbuka dan tatap muka langsung dihilangkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com