JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan buruh mengkritik DPR yang menggelar rapat pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja di luar kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Sejumlah buruh melihat Badan Legislatif (Baleg) DPR RI menggelar rapat pembahasan klaster ketenagakerjaan di Hotel Swissbell, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, pada Minggu (27/9/2020).
Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah menuturkan, sebelumnya beredar kabar para legislator akan melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja di Hotel Sheraton Bandara, Tangerang.
Baca juga: Klaster Ketenagakerjaan Kembali Dibahas, Buruh Ancam Mogok Nasional
Namun, ketika buruh mendatangi Hotel Sheraton Bandara, tiba-tiba lokasi pembahasan RUU Cipta Kerja dipindah ke Hotel Swissbell, Serpong.
"Kenapa tidak rapat di DPR dan terkesan seperti menghindari "fraksi balkon"? Kalau alasan gedung tutup, DPR kan bisa meminta beroperasi pada Minggu. Ini alasannya teknis bukan substansi," ujar Ilhamsyah dalam keterangan tertulis, Minggu.
Ilhamsyah memandang, pembahasan di luar Gedung DPR memperlihatkan upaya pengesahan klaster ketenagakerjaan dilakukan secara tergesa-gesa.
Padahal, klaster ketenagakerjaan masih bermasalah dan mendapat penolakan mayoritas buruh.
Ia menjelaskan, poin permasalahan dalam klaster ketenagakerjaan, misalnya akan adanya pengurangan hak-hak buruh yang sudah diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca juga: Baleg DPR: Sanksi Pidana Tak Dibahas dalam Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja
Isi aturan baru yang tengah disiapkan antara lain, karyawan kontrak dan outsourcing tanpa batasan dan upah satuan waktu yang diyakini membuat upah minimum provinsi (UMP) tidak efektif.
Kemudian pengurangan komponen pesangon, penghapusan pidana ketenagakerjaan, jam kerja eksploitatif, dan penghilangan hak-hak cuti.
“Dengan kondisi seperti itu, buruh kehilangan daya tawar karena mudah di-PHK. Buruh susah berserikat. Alhasil, kondisi kerja akan semakin buruk dan menindas," kata dia.
Tak hanya itu, lanjut dia, penurunan upah akan semakin memperpuruk kondisi ekonomi makro Indonesia.
Sebab, konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih 50 persen komponen PDB akan semakin terjerembab.
"Ini justru memperburuh dampak COVID-19 di ekonomi nasional," tegas dia.
Sebelumnya Baleg DPR dan pemerintah membahas klaster ketenagakerjaan di Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Jumat malam ini.
Baca juga: Sikap Fraksi-fraksi di DPR soal Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja