JAKARTA, KOMPAS.com - Jurnalisme makna merupakan salah satu warisan berharga pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama.
Istilah jurnalisme makna bermula dan muncul dari pidato pengukuhan Doktor Honoris Causa dalam Bidang Komunikasi dari Universitas Gadjah Mada untuk Jakob Oetama pada 17 April 2003.
Salah satu yang disampaikan Jakob dalam pidatonya, berita bukan sekedar informasi tentang fakta, tetapi harus menyajikan arti dan makna peristiwa.
Caranya adalah dengan melakukan reportase mendalam, investigatif, dan responsif serta bukan sekedar fakta menurut urutan kejadiannya, melainkan fakta yang mencakup latar belakang, proses dan riwayatnya.
Baca juga: 25 Tahun Kompas.com dan Cita-cita Jakob Oetama
Termasuk menemukan interpretasi dan variabel-variabelnya.
"Dengan cara itu berita bukan sekedar informasi tentang fakta, berita sekaligus menyajikan interpretasi akan arti dan makna dari peristiwa, ujar Jakob dalam pidatonya, dikutip dari JEO Kompas.com bertajuk 'Jurnalisme Makna Satu Warisan Jakob Oetama Pendiri Kompas Gramedia', Minggu (27/9/2020).
"Lambat laun, bahkan pencarian makna berita serta penyajian makna berita itulah yang semakin merupakan pekerjaan rumah dan tantangan media," lanjut dia.
Jakob Oetama mengatakan, intensi atau tujuan menjadi pedoman bagaimana interpretasi atau arti akan diberikan setiap kali media berjumpa dengan kenyataan.
Baca juga: Jakob Oetama, Sang Guru yang Meninggalkan Warisan Jurnalisme Makna
Interpretasi itu, kata dia, diberikan lewat kelebihan kata-kata, gambar serta sosok audio visual.
"Tidak ada salahnya dipaparkan lagi, modal sosial dan modal intelektual yang diperlukan agar jurnalisme interpretatif atau jurnlaisme komprehensif atau jurnalisme obyektif yang subyektif dapat bekerja secara profesional dan karena itu juga secara bertanggung jawab," terang Jakob.
Ia menjelaskan, dalam keadaan supply informasi normal saja, pekerjaan media merupakan pekerjaan seleksi.
Ia memastikan bahwa tidak semua kejadian dan masalah, baik yang jatuh dari langit alias spot news maupun yang mengendap dalam masyarakat alias trend news bisa masuk media.
"Kelewat banyak supply bagi ruang dan tempat yang sanggup menampung. Seleksi, memilih, itulah pekerjaan media," kata dia.
Baca juga: Jurnalisme Makna: Satu Warisan Jakob Oetama, Pendiri Kompas Gramedia
"Memilih selalu berimplikasi ukuran, kriteria, kualifikasi. Maka orang pun maklum, kriteria itu misalnya bahwa peristiwa dan masalah itu menarik.
Menarik secara psikologis dan manusiawi, menarik karena makna dan pengaruhnya yang praktis," lanjut dia.
Kendati demikian diakuinya bahwa dalam menyajikan berita dan informasi, selera publik menjadi pertimbangan.
Sebab pada dasarnya, kata dia, lewat media berita bukan dibagi gratis melainkan dijual, dipasarkan, dan dipersaingkan.
Baca juga: Jakob Oetama, UGM, dan Jurnalisme Makna
"Maka interaksi antara media dan khalayak merupakan suatu proses dan cara kerja yang ibarat terus berlaku dan berlangsung dari A sampai Z, artinya dalam seluruh proses kerja media," kata dia.
Selain itu, Jakob Oetama juga menyampaikan bahwa media bekerja dengan melakukan seleksi yang disertai beragam kriteria dan kategori kerangka referensi untuk menyajikan makna atau meaning kepada publik.
Tanggal 27 September 2020 ini merupakan hari kelahiran Jakob Oetama yang menginjak 89 tahun.
Meski kini sosok Jakob Oetama telah pergi, namun seluruh pemikiran dan peninggalannya akan tetap membekas dalam ingatan, terutama bagi dunia jurnalistik Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.