Ilmu Sejarah-lah yang akhirnya menumbuhkan minat Jakob Oetama menulis hingga ia pun bersentuhan dengan jurnalistik ketika mendapat pekerjaan sebagai sekretaris redaksi mingguan Penabur.
Kariernya di dunia jurnalistik dimulai dari pekerjaan barunya sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta.
Pada 1963, bersama rekannya, almarhum Petrus Kanisius Ojong (PK Ojong), Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari yang menjadi cikal-bakal Kompas Gramedia.
Kepekaannya pada masalah manusia dan kemanusiaanlah yang kemudian menjadi spiritualitas Harian Kompas, yang terbit pertama kali pada 1965.
Baca juga: Kenang Jakob Oetama, Titiek Puspa: Dia Itu Orang Sederhana
Kelahiran Kompas pun tak terlepas dari permintaan Menteri/Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani, melalui Menteri Perkebunan Frans Seda dari Partai Katolik, agar partai tersebut mendirikan surat kabar.
Saat itu, hampir semua partai di Indonesia memiliki corong. Saat itu setidaknya, ada tiga konstelasi politik yang berkembang kuat.
Pertama, Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Kepala Pemerintahan yang mengonsolidasikan kekuatan dan kekuasaan politiknya melalui pengembangan demokrasi terpimpin.
Kedua, ABRI yang berusaha meredam kekuatan politik Partai Komunis Indonesia melalui kerja sama dengan organisasi-organisasi masyarakat dan politik non atau anti-komunis.
Ketiga, PKI yang merapat ke Bung Karno. Gagasan Ahmad Yani, Partai Katolik perlu memiliki sebuah media untuk mengimbangi kekuatan PKI.
Baca juga: Titiek Puspa Anggap Jakob Oetama seperti Kakak Sendiri
Jakob dan Ojong kemudian sepakat untuk mendirikan surat kabar yang diharapkan dapat menjadi sebuah jalan tengah.
Meski lahir dari inisiatif tokoh Partai Katolik, tetapi koran yang didirikan Jakon bersama PK Ojong bukan menjadi corong partai.
Koran tersebut diharapkan dapat berdiri di atas semua golongan sehingga harus bersifat umum, didasarkan pada kenyataan kemajemukan Indonesia, harus menjadi cermin realitas Indonesia, mengatasi suku, agama, ras, dan latar belakang lainnya.
"Dia (koran itu) harus mencerminkan miniaturnya Indonesia," kata Jakob, seperti dilansir VIK bertajuk "Jakob Oetama 85th: The Legacy".
Sebelum bernama Kompas, awalnya nama "Bentara Rakyat" akan dipilih untuk nama koran baru itu.
Baca juga: Jakob Oetama, UGM, dan Jurnalisme Makna
Tujuannya untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, dengan moto "Amanat Penderitaan Rakyat".