Keputusan Presiden Jokowi mengabulkan permintaan Prabowo ini memantik polemik.
Sebab, langkah Kepala Negara dinilai telah melanggar janjinya dalam mengusut kasus penculikan aktivis dan penghilangan paksa serta pelanggaran HAM masa lalu di negeri ini.
Baca juga: Prabowo Tunjuk 5 Asisten Khusus dari Purnawirawan, Ada Mantan Komandan Tim Mawar
"Alih-alih menempatkan mereka yang diduga bertanggung jawab pidana ke pengadilan, pemerintah semakin membuka pintu bagi orang-orang yang terimplikasi pelanggaran HAM masa lalu dalam posisi kekuasaan," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Jumat (24/9/2020).
"Ini bukan sekadar pragmatisme politik kekuasaan, tetapi juga penghinaan terhadap hak asasi manusia yang ditetapkan pada era reformasi," tutur dia.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai keputusan Presiden Jokowi tersebut telah keluar jalur dari agenda reformasi.
"Kebijakan ini menguatkan keyakinan kami bahwa pemerintahan Joko Widodo sedang keluar jalur dari agenda reformasi dan mengenyampingan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam membuat keputusan," kata Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/9/2020).
Kontras mencatat, Yulius Selvanus dan Dadang Hendrayudha sempat dihukum bersalah melalui Mahkamah Militer Tinggi (Mahmiliti) II Jakarta.
Yulius Selvanus dihukum 20 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI. Sedangkan Dadang Hendrayudha dihukum 16 bulan penjara tanpa pemecatan.
Baca juga: Kabulkan Permintaan Prabowo, Jokowi Tunjuk 2 Eks Anggota Tim Mawar Menjabat di Kemenhan
Namun, dalam putusan tingkat banding, pemecatan terhadap Yulius Selvanus dianulir hakim.
Sehingga, keduanya masih menjabat aktif sebagai anggota militer.
Fatia menilai, bergabungnya kedua anggota eks tim mawar tersebut, ditambah Prabowo Subianto yang menjadi Menteri Pertahanan, menunjukkan tidak berjalannya mekanisme vetting dalam tubuh pemerintahan saat ini.
Pengangkatan ini juga menambah daftar panjang bahwa saat ini lembaga-lembaga negara diisi oleh orang-orang yang memiliki masalah dalam pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
"Sulit untuk membayangkan pelaksanaan aturan hukum yang sesuai standar dan termasuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat, sementara pejabat publik terus diisi oleh aktor yang bertanggung jawab atas kasus-kasus tersebut," kata Fatia.
Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar saat dikonfirmasi Kompas.com tak membantah soal rotasi ini.
Baca juga: Eks Tim Mawar Jadi Pejabat Kemhan, Jokowi Dinilai Makin Ingkar Janji
Hal itu termasuk terkait dua orang pejabat baru di antaranya yang merupakan eks Anggota Tim Mawar.
"Pergantian dan mutasi tersebut hal yang rutin di Kemenhan maupun di TNI, dalam rangka penyegaran organisasi, tour of duty," kata Dahnil melalui pesan singkat.
Namun, saat ditanya mengenai kritik dari Amnesty International, Dahnil belum memberi jawaban.
Pihak Istana sendiri belum berkomentar terkait kritik tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.