Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perppu Pilkada Dinilai Mendesak untuk Diterbitkan

Kompas.com - 25/09/2020, 17:33 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah sanksi yang diatur di dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang baru dinilai belum mampu memberikan efek jera kepada para pelanggar protokol kesehatan.

Presiden Joko Widodo pun diharapkan dapat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Pilkada Serentak 2020 yang mengatur sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar protokol kesehatan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menjadi landasan acuan disusunnya PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, dinilai menjadi penghambat bagi penyelenggara pemilu untuk memberikan sanksi yang lebih tegas.

Baca juga: Menurut Mendagri, Pilkada 2020 Bisa Jadi Momentum Lawan Covid-19

Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar mengungkapnya, idealnya aturan protokol kesehatan diatur di dalam undang-undang. Namun, jika hal itu tidak memungkinkan karena persoalan waktu, maka presiden dapat menerbitkan perppu.

Menurut dia, bila protokol kesehatan hanya diatur di dalam PKPU, tidak menutup kemungkinan hal itu justru akan memunculkan kerancuan antara UU Pilkada dengan PKPU itu sediri.

Sebab, UU dipandang sebagai peraturan umum yang berlaku pada saat keadaan biasa. Sedangkan PKPU berlaku untuk kondisi khusus.

"Ini bentuk selemah-lemahnya sebenarnya yang bisa dilakukan, karena paling baik tentu adalah undang-undang diubah. Artinya kita membiarkan ada kerancuan antara undang-undang dengan Peraturan KPU," kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/9/2020).

Baca juga: KPU Klaim PKPU 13/2020 Cukup Tegas Atur Protokol Kesehatan pada Pilkada

Selain rancunya aturan, lanjut Zainal, apabila ketentuan protokol kesehatan hanya diatur di PKPU, ketentuan itu menjadi rawan digugat. Apalagi, aturan yang tertuang dalam PKPU bertentangan dengan Undang-Undang Pilkada.

Hal itu pun turut diamini oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Menurut dia, pengetatan aturan protokol kesehatan di dalam PKPU berpotensi digugat ke Mahkamah Agung.

"Seharusnya dengan Perppu. Karena PKPU harus selaras dengan Undang-Undang. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi," kata Azis dalam keterangan tertulis, Jumat (25/9/2020), seperti dilansir dari Antara.

Baca juga: Waketum Nasdem: Tak Ada Korelasi Pilkada 2020 demi Kepentingan Pemilu 2024

Terbentur UU

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengungkapkan, penyelenggara pemilu sebenarnya ingin membuat aturan yang lebih progresif terkait protokol kesehatan.

Namun, upaya itu terbentur oleh UU Pilkada yang tidak mengatur sanksi yang lebih tegas. Sebab, UU yang ada saat ini tidak mengatur terkait protokol kesehatan pilkada pada masa pandemi.

"Terus terang saja undang-undang yang kita pakai kan memang sama (seperti sebelum pandemi Covid-19), PKPU-nya menyesuaikan dengan protokol kesehatan. Nah, banyak hal yang kita maunya progresif kemudian mentok di undang-undangnya," kata Afif dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (23/9/2020).

Baca juga: Pengamat: Masyarakat Tetap Waswas meski Pilkada Digelar dengan Protokol Kesehatan

Afif mengatakan, dengan kondisi ini, idealnya ketentuan tentang protokol kesehatan diatur dalam perppu. Namun, pada akhirnya, perppu tidak diterbitkan sehingga protokol pilkada hanya diatur lewat PKPU saja.

"Jadi yang paling minim yang bisa dilakukan akhirnya ya pengaturannya seperti itu," ujarnya.

Sanksi lembek

Sementara itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, sanksi yang diatur KPU di dalam peraturan yang baru masih sangat lemah.

Umumnya, sanksi yang diatur hanya berupa teguran tertulis. Sekalipun ada juga sanksi berupa penghentian dan pembubaran kegiatan serta larangan kampanye menggunakan metode yang dilanggar selama tiga hari.

Baca juga: Empat Pejabat Kemendagri Ditunjuk sebagai Pjs Gubernur yang Cuti Pilkada

Menurut Lucius, sanksi-sanksi tersebut tidak akan cukup membuat para pasangan calon kepala daerah beserta tim sukses dan pendukungnya tunduk untuk tidak melanggar protokol kesehatan.

Bahkan, potensi terjadinya pelanggaran protokol kesehatan masih ada dengan diperbolehkannya pertemuan terbatas, tatap muka, dialog dan debat publik dengan mengumpulkan massa dalam meski dalam jumlah terbatas.

"Saya kira terkait sanksi ini juga sangat lembek di PKPU ini. Umumnya itu peringatan tertulis, tidak ada yang lebih serius untuk itu," kata Lucius dalam sebuah diskusi daring, Kamis (24/9/2020).

Namun demikian KPU menampik. Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengklaim, sanksi yang diatur di dalam PKPU 13/2020 sudah cukup tegas.

Baca juga: Catat, Sederet Larangan dan Sanksi Saat Kampanye Pilkada 2020

Ia menyebut, dalam beberapa tahapan Pilkada terakhir, kerumunan massa sudah bisa diminimalisir.

Hal itu terlihat saat tahapan penetapan pasangan calon kepala daerah digelar 23 September lalu, serta pengambilan nomor urut paslon pada 24 September.

Tak seperti tahapan pendaftaran paslon, menurut Raka, dua tahapan Pilkada terakhir berjalan tertib dalam hal penerapan protokol kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com