Sementara itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, sanksi yang diatur KPU di dalam peraturan yang baru masih sangat lemah.
Umumnya, sanksi yang diatur hanya berupa teguran tertulis. Sekalipun ada juga sanksi berupa penghentian dan pembubaran kegiatan serta larangan kampanye menggunakan metode yang dilanggar selama tiga hari.
Baca juga: Empat Pejabat Kemendagri Ditunjuk sebagai Pjs Gubernur yang Cuti Pilkada
Menurut Lucius, sanksi-sanksi tersebut tidak akan cukup membuat para pasangan calon kepala daerah beserta tim sukses dan pendukungnya tunduk untuk tidak melanggar protokol kesehatan.
Bahkan, potensi terjadinya pelanggaran protokol kesehatan masih ada dengan diperbolehkannya pertemuan terbatas, tatap muka, dialog dan debat publik dengan mengumpulkan massa dalam meski dalam jumlah terbatas.
"Saya kira terkait sanksi ini juga sangat lembek di PKPU ini. Umumnya itu peringatan tertulis, tidak ada yang lebih serius untuk itu," kata Lucius dalam sebuah diskusi daring, Kamis (24/9/2020).
Namun demikian KPU menampik. Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengklaim, sanksi yang diatur di dalam PKPU 13/2020 sudah cukup tegas.
Baca juga: Catat, Sederet Larangan dan Sanksi Saat Kampanye Pilkada 2020
Ia menyebut, dalam beberapa tahapan Pilkada terakhir, kerumunan massa sudah bisa diminimalisir.
Hal itu terlihat saat tahapan penetapan pasangan calon kepala daerah digelar 23 September lalu, serta pengambilan nomor urut paslon pada 24 September.
Tak seperti tahapan pendaftaran paslon, menurut Raka, dua tahapan Pilkada terakhir berjalan tertib dalam hal penerapan protokol kesehatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.