Pasalnya, jika pilkada ditunda, maka kans jagoan pemangku kebijakan itu untuk menang akan semakin kecil.
Keempat, Djohermansyah mengatakan, tidak menutup kemungkinan peran pengusaha di dalam keputusan dilanjutkannya pilkada.
"Ada political economy, pebisnis yang ekonominya tidak bergerak, ada ruang-ruang untuk mencari duit pilkada yang bisa dimainkan. Ada APBN, APBD yang dikucurkan dalam penyelenggaraan pilkada dan ada dana-dana pasangan calon sendiri," kata dia.
Terakhir, Djohermansyah menyebut, banyak pula masyarakat yang mendorong supaya pilkada tetap dilangsungkan.
Baca juga: Bawaslu Sebut Pengaturan Protokol Kesehatan Pilkada Mentok di Undang-undang
Masyarakat yang masuk ke kategori ini adalah yang biasa menjadikan arena pilkada sebagai ajang untuk mendapatkan sembako dan uang tunai.
"Inilah faktor-faktor yang menurut hemat kami menjadi penyebab tidak ditundanya Pilkada ke 2021," ucap dia.
Petahana Ikut Pilkada Tak Fokus Urus Covid-19
Sementara itu, petahana yang kembali ikut kontestasi Pilkada 2020 dinilai Djohermansyah tak akan fokus mengendalikan pandemi Covid-19.
Apalagi saat ini setiap kepala daerah memiliki tugas sebagai Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang berkewajiban mengendalikan pandemi Covid-19 di wilayahnya.
"Kepala daerah tidak fokus mengurus virus. Kepala daerah itu sekarang diangkat sebagai kepala satuan tugas percepatan menangani Covid-19 kalau pilkada ya, tentu dia mau kekuasaannya bisa berlanjut, sehingga tugas mengurus virus sebagai ketua satgas terabaikan," kata Djohermansyah.
Baca juga: IDI Sayangkan Unsur Kesehatan Tak Dilibatkan dalam Rapat Komisi II DPR tentang Pilkada
Menurut mantan Diretur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ini, hal tersebut merupakan salah satu dampak negatif dari digelarnya Pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Tidak fokusnya kepala daerah dalam mengendalikan pandemi bisa berakibat buruk dan menyebabkan munculnya klaster pilkada seperti yang ditakutkan selama ini.
Bahkan, kata dia, indikasi awal munculnya klaster Covid-19 akibat pilkada sudah jelas terlihat sejak saat ini.
"Ada para pasangan calon yang kena, kepala daerah yang sedang menjabat, yang jadi pasangan calon meninggal, ada penyelenggara yang kena, sampai ke masyarakat sendiri," kata dia.
Baca juga: Tolak Pilkada 2020, PP Muhammadiyah: Utamakan Keselamatan Rakyat
Selain itu, apabila pilkada tetap digelar di masa pandemi, partisipasi pemilih juga dipastikan akan rendah. Sebab orang-orang akan enggan datang ke tempat pemungutan suara.