JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Pinangki Sirna Malasari diduga mencatut nama pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung (MA) dalam upaya mengurus fatwa di MA untuk Djoko Tjandra.
Fatwa itu diurus agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sehingga ia dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara untuk kasus itu.
Pinangki memasukkan pejabat Kejagung yang bernama Burhanuddin dan pejabat MA bernama Hatta Ali dalam proposal action plan yang disodorkan kepada Djoko Tjandra.
Baca juga: Komisi III dan Jaksa Agung Rapat Bahas Skandal di Kasus Djoko Tjandra
Hal itu terkuak dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan untuk Pinangki di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020).
Dalam surat dakwaan, proposal itu berisi 10 poin rencana Pinangki untuk mendapatkan fatwa di MA melalui Kejagung.
Nama pejabat tersebut muncul pada poin kedua, ketiga, keenam, dan ketujuh.
"Action yang ketiga adalah BR (Burhanuddin/pejabat Kejagung) mengirimkan surat kepada HA (Hatta Ali/pejabat MA)," ucap jaksa dalam sidang melalui siaran langsung di akun YouTube KompasTV.
Terkonfirmasi nama jaksa agung dan eks Ketua MA
Di dalam surat dakwaan, tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai jabatan kedua pejabat yang namanya disebut.
Jabatan keduanya dikonfirmasi oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono saat menjawab pertanyaaan anggota Komisi III DPR dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/9/2020).
Baca juga: Jaksa Agung: Saya Tidak Pernah Berkomunikasi dengan Djoko Tjandra
Ali membenarkan bahwa nama Burhanuddin dalam proposal Pinangki adalah jaksa agung.
Diketahui, jaksa agung yang saat ini menjabat bernama Sanitiar (ST) Burhanuddin.
"Betul, Pak, nama besar sudah disebutkan dalam surat dakwaan (Jaksa Pinangki), di sana disebutkan bahwa inisial BR adalah Pak Burhanudin itu adalah Pak Jaksa Agung saya. Pak Jaksa Agung tidak pernah menghalang-halangi untuk menyebutkan nama itu," ucap Ali.
Selain itu, nama Hatta Ali yang dimaksud dalam proposal adalah mantan Ketua MA periode 2012-2017 dan 2017-2020.
"Kemudian, Hatta disebut mereka itu adalah eks Ketua MA Hatta Ali," ucapnya.
Rencana tidak terlaksana
Meski ada nama kedua pejabat tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menegaskan bahwa rencana Pinangki dalam action plan tidak terlaksana.
"Silakan dibaca baik-baik surat dakwaan dan dicermati bahwa itu adalah perbuatan terdakwa dengan kawan berbuatnya terkait yang akan dilakukan," kata Hari ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.
Baca juga: Jaksa Pinangki Mulai Diadili, Ini Fakta-fakta yang Dibeberkan dalam Sidang
"Selanjutnya pada halaman 11 surat dakwaan jelas bahwa rencana itu tidak terlaksana," lanjut dia.
Di dalam surat dakwaan, Djoko Tjandra disebut membatalkan kerja sama, termasuk proposal tersebut, pada Desember 2019.
Pembatalan itu dikarenakan tidak ada satu pun poin dalam proposal Pinangki yang terlaksana.
Padahal, Djoko Tjandra sudah membayar uang muka kepada Pinangki sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat dari total 1 juta dollar AS yang dijanjikan.
Untuk mengetahui perkembangan dan fakta hukum kasus tersebut, Kejagung meminta publik mengikuti proses persidangan lebih lanjut.
"Silakan ikuti sidangnya biar jelas fakta hukum yang terjadi," tutur Hari.
Pengakuan Jaksa Agung
Saat rapat bersama dengan anggota Komisi III DPR, Jaksa Agung ST Burhanuddin turut angkat bicara terkait kasus yang menyeret namanya itu.
Baca juga: Dibeberkan Jaksa, Berapa Gaji Jaksa Pinangki Per Bulan?
Burhanuddin mengaku tidak mengenal serta tidak pernah berkomunikasi dengan Djoko Tjandra yang sempat buron selama 11 tahun.
Pada kesempatan itu, ia juga menegaskan tidak pernah memerintahkan Pinangki untuk mengurus kasus Djoko Tjandra.
"Apakah saya ada melakukan video call dengan Djoko Tjandra? Kami sama sekali tidak mengenal yang namanya Djoko Tjandra," ungkap Burhanuddin.
"Saya tidak pernah komunikasi dengan Djoko Tjandra, dan saya tidak pernah memerintahkan Pinangki untuk menangani Djoko Tjandra," sambung dia.
Baca juga: TPPU Jaksa Pinangki: Uang Rp 6,2 Miliar dari Djoko Tjandra Digunakan untuk Ini...
Menurut Burhanuddin, tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan agar Djoko Tjandra bebas dari vonis hukuman dalam kasus Bank Bali tersebut.
Sebab, kasus tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah sehingga proses selanjutnya adalah eksekusi.
Setelah berhasil ditangkap pada akhir Juli silam, Djoko Tjandra kini sedang menjalani hukuman dua tahun penjara dalam kasus Bank Bali di Lapas Salemba, Jakarta.
Meski tak mengenal Djoko Tjandra, Burhanuddin mengaku mengenal tersangka lain dalam kasus ini, Andi Irfan Jaya.
Ia mengenal mantan politikus Partai Nasdem tersebut ketika bertugas di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Baca juga: Ada Nama Pejabatnya di Surat Dakwaan Jaksa Pinangki, Ini Komentar Kejagung
Setelah itu, Jaksa Agung mengaku tidak pernah berhubungan lagi dengan Andi Irfan.
"Dia sebagai orang LSM, pernah ketemu saya. Dan sejak itu, saya tidak pernah lagi berhubungan dengan yang bersangkutan. Itu," tuturnya.
"Saya waktu itu sedang melakukan pengumpulan teman-teman LSM untuk kita ajak bicara bagaimana penyelesaian perkara yang ada di Sulsel," lanjut Burhanuddin.
Secara keseluruhan, penyidik Kejagung telah menetapkan total tiga tersangka dalam kasus ini.
Kasus Jaksa Pinangki telah resmi bergulir ke tahap persidangan. Sementara itu, penyidik masih merampungkan berkas perkara tersangka Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.