JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengungkapkan, proposal atau action plan Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang mencantumkan nama pejabat Kejagung serta Mahkamah Agung (MA) merupakan rencana yang tidak terlaksana.
Dengan demikian, surat dakwaan itu sekaligus membantah klaim Jaksa Pinangki yang hendak mengklaim nama pejabat Kejaksaan Agung.
"Silakan dibaca baik-baik surat dakwaan dan dicermati bahwa itu adalah perbuatan terdakwa dengan kawan berbuatnya terkait yang akan dilakukan," kata Hari ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (24/9/2020).
"Selanjutnya pada halaman 11 surat dakwaan jelas bahwa rencana itu tidak terlaksana," kata dia.
Baca juga: Jaksa Pinangki Mulai Diadili, Ini Fakta-fakta yang Dibeberkan dalam Sidang
Diketahui bahwa proposal itu disusun Pinangki dalam upaya mendapatkan fatwa di MA untuk Djoko Tjandra.
Fatwa itu diurus agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sehingga ia dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara di kasus itu.
Dalam proposal tersebut, Pinangki memasukkan nama pejabat Kejaksaan Agung bernama Burhanuddin dan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali.
Diketahui, Jaksa Agung yang saat ini menjabat bernama Sanitiar (ST) Burhanuddin.
Baca juga: Dibeberkan Jaksa, Berapa Gaji Jaksa Pinangki Per Bulan?
Kendati demikian, Hari tidak menjawab lebih lanjut apakah Burhanuddin yang dimaksud dalam surat dakwaan adalah jaksa agung.
Lebih lanjut, Hari pun meminta agar mengikuti persidangan yang berjalan untuk mengetahui fakta hukum secara jelas.
"Silakan ikuti sidangnya biar jelas fakta hukum yang terjadi," ucap dia.
Diberitakan, dalam sidang pembacaan dakwaan untuk Pinangki di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2020) kemarin, terungkap bahwa terdapat 10 poin dalam proposal action plan yang disusun Pinangki untuk mendapatkan fatwa.
Pinangki juga memasukkan nama pejabat di Kejaksaan Agung serta MA dalam proposal tersebut.
Baca juga: Ini 10 Poin dalam Action Plan Jaksa Pinangki, Ada Nama Pejabat Kejagung dan MA
Rinciannya, satu, penandatanganan security deposit atau akta kuasa jual yang menjadi jaminan apabila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi.
Poin kedua, pengiriman surat permohonan fatwa dari pengacara kepada pejabat Kejagung bernama Burhanuddin agar diteruskan ke MA.
Ketiga, menindaklanjuti surat dari pengacara, Burhanuddin mengirim surat kepada pejabat MA.
"Action yang ketiga adalah BR (Burhanuddin/pejabat Kejagung) mengirimkan surat kepada HA (Hatta Ali/pejabat MA)," ucap jaksa melalui siaran langsung di akun YouTube KompasTV.
Keempat, Djoko Tjandra membayar kekurangan consultant fee sebesar 250.000 dollar AS. Ini merupakan pembayaran lanjutan setelah pemberian uang muka sebesar 50 persen dari nominal yang dijanjikan, 1 juta dollar AS.
Kelima, Djoko Tjandra membayar biaya media konsultan kepada Andi Irfan Jaya sebesar 500.000 dollar AS untuk mengkondisikan media.
Baca juga: Jaksa Pinangki Didakwa Terima 500.000 Dollar AS dari Djoko Tjandra hingga Pemufakatan Jahat
Keenam, Hatta Ali menjawab surat permintaan fatwa yang dikirim Burhanuddin. Salah satu penanggung jawab untuk poin ini berinisial DK yang belum diketahui identitasnya.
Ketujuh, Burhanuddin menerbitkan instruksi kepada jajaran Kejagung untuk melaksanakan fatwa MA. Dalam poin ini, salah satu penanggungjawabnya adalah IF yang juga belum diketahui siapa.
Kedelapan, Djoko Tjandra membayarkan security deposit senilai 10 juta dollar AS apabila poin nomor 2, 3, 6, dan 7 berhasil dilaksanakan.
Kesembilan, Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa perlu menjalani hukuman di kasus Bank Bali.
Terakhir, pelunasan biaya kepada Pinangki sebesar 250.000 dollar AS dari total 1 juta dollar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra.
Baca juga: TPPU Jaksa Pinangki: Uang Rp 6,2 Miliar dari Djoko Tjandra Digunakan untuk Ini...
Namun, menurut jaksa, Djoko Tjandra membatalkan kerja sama tersebut pada Desember 2019 karena tidak ada satu pun poin dalam proposal Pinangki yang terlaksana.
Padahal, Djoko Tjandra sudah membayar uang muka sebesar 500.000 dollar AS atau 50 persen dari nominal yang dijanjikan kepada Pinangki.
Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra terkait kepengurusan fatwa tersebut.
Pinangki dijerat Pasal 5 Ayat 2 jo Pasal 5 yat (A1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Terakhir, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat dan dijerat Pasal 15 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.
Di sisi lain, penyidik Kejagung masih merampungkan berkas perkara untuk tersangka Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.