JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Komisi II DPR Saan Mustopa menegaskan, pihaknya sudah meminta agar pasangan calon (paslon) di pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 yang melanggar protokol kesehatan didiskualifikasi.
Hal tersebut merupakan salah satu syarat yang diminta DPR dalam pelaksanaan pilkada 2020 yang akan digelar di tengah pandemi Covid-19.
"Komisi II DPR meminta mereka yang melanggar diberikan sanksi. Bahkan kalau bisa diakomodir kami minta sampai diskualifikasi bagi paslon yang secara sengaja melanggar dan berkali-kali," Saan dalam diskusi bertajuk 'Pilkada: Ditunda atau Lanjut?' yang digelar Forum Diskusi Denpasar Duabelas secara daring, Rabu (23/9/2020).
Dengan demikian, kata dia, pemberian sanksi pelanggar protokol kesehatan pun tak hanya administratif, tetapi juga didiskualifikasi sebagai paslon.
Baca juga: Komisi II: Salah Satu Alasan Pilkada Tetap Digelar untuk Hindari Daerah Dipimpin Plt
Selain itu, Komisi II juga sudah meminta kepada pemerintah dan penyelenggara bersama Satuan Tugas Penanganan Covid-19 untuk memperbarui perkembangan Covid-19 di 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada.
"Misalnya di satu titik ada yang terpapar baru 4.000-an. Dari 4.000 secara nasional, daerah yang pilkada berapa persen dia memberikan kontribusi terhadap jumlah baru kasus Covid-19," kata dia.
Di samping itu, pihaknya juga sudah meminta agar hal-hal yang dianggap dapat memancing kerumunan masa besar agar dilarang. Antara lain konser, kegiatan jalan santai, panen raya dan lainnya.
Baca juga: Para Pelanggar Protokol Kesehatan Saat Pilkada Jangan Diberi Toleransi
"DPR minta revisi peraturan KPU (PKPU) di kegiatan-kegiatan kampanye di tahapan-tahapan yang akan datang, yang potensial melanggar protokol kesehatan ditiadakan, direvisi, dan dilakukan pelarangan," kata dia.
Lebih jauh, Saan menjelaskan, sejak DPR mengakhiri reses pada 30 Maret 2020, Komisi II DPR langsung menggelar rapat dengan penyelenggara dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memutuskan menunda tahapan pilkada karena pandemi Covid-19.
Saat itu, kata dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta membuat simulasi dan menghasilkan tiga skenario untuk menunda pilkada hingga waktu yang tepat, yakni Desember 2020, Maret 2021, dan September 2021.
Namun ternyata 9 Desember 2020 dipilih untuk pelaksanaan pilkada dan Komisi II pun menyetujuinya dengan mengajukan dua syarat.
Baca juga: Digelar Terbatas, Pengundian Nomor Urut Kandidat Pilkada Depok Hanya Boleh Dihadiri Tamu Undangan
"Syarat pertama terkait keselamatan masyarakat. Ini harus terpenuhi di tengah Covid-19 karena kita punya pengalaman Pemilu 2019 banyak penyelenggara gugur. Jadi keselamatan penyelenggara, pemilih, peserta harus terjaga," kata dia.
"Syarat kedua, terkait kualitas demokrasi yang tidak boleh tereduksi. Semua prinsip demokrasi harus mampu diterapkan di setiap tahapan pilkada," lanjut Saan.
Adapun Pilkada 2020 akan digelar pada 9 Desember mendatang.
Namun saat ini banyak pihak yang mendesak agar pilkada tersebut ditunda karena meningkatnya kasus Covid-19 di Tanah Air.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.