JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno meminta pemerintah membuka opsi penundaan tahapan Pilkada 2020, jika kasus Covid-19 di Tanah Air semakin bertambah.
"Kita perlu tetap membuka opsi untuk menunda pelaksanaan pilkada andaikata dalam beberapa waktu ke depan, penyebaran Covid-19 semakin marak,” kata Eddy dalam keterangan tertulis, Rabu (23/9/2020).
Eddy menilai, keputusan pemerintah untuk melaksanakan Pilkada pada bulan Desember 2020 bukan harga mati sehingga Pilkada bisa kembali ditunda.
Baca juga: Terdampak Covid-19, Penetapan 1 Paslon di Pilkada Karangasem Ditunda
"Saya kira teman-teman parpol memiliki komitmen yang sama untuk melanjutkan proses pilkada, namun tetap memprioritaskan aspek kesehatan masyarakat," ujarnya.
Menurut Eddy, pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi akan mengurangi kualitas demokrasi karena partisipasi masyarakat menjadi rendah. Dampanya, sosok kepala daerah terpilih akan memiliki legitimasi yang lemah.
"Seorang kepala daerah akan memiliki legitimasi yang lemah untuk memimpin daerahnya jika partisipasi masyarakat di pilkada tersebut hanya 20-30% saja misalnya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Eddy menegaskan, keselamatan dan kesehatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 menjadi landasan PAN untuk menentukan arah pelaksanaan Pilkada 2020.
Namun, menurut Eddy, jika pemerintah dan DPR tetap melanjutkan tahapan Pilkada, harus disertai dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat dan sanksi bagi pelanggar, khususnya pasangan calon, tim pemenangan dan partai pengusung.
"Paslon patut disanksi dengan diskualifiksi, jika memang terbukti melanggar protokol kesehatan yang telah ditetapkan," pungkasnya.
Baca juga: Mendagri: Bakal Paslon yang Tak Lolos di Pilkada Jangan Picu Aksi Kekerasan
Diberitakan, Komisi II DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berpendapat, pandemi Covid-19 di Tanah Air masih terkendali.
Hal itu menjadi salah satu alasan DPR dan pemerintah sepakat tetap melaksanan Pilkada 2020 pada 9 Desember.
Namun, Komisi II meminta agar penerapan protokol Covid-19 dilaksanakan secara konsekuen dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas.
Karena itu, Komisi II pun meminta KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Paslon Diminta Edukasi Masyarakat agar Patuhi Protokol Kesehatan Saat Pilkada
Revisi PKPU diharapkan di antaranya mengatur secara spesifik soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring.
Selain itu, mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun, dan alat pelindung diri (APD) lain sebagai media kampanye.
Kemudian, penegakan disiplin dan sanksi hukum tegas bagi pelanggar protokol Covid-19 sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan KUHP.
Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September. Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020.
Tahapan Pilkada lanjutan pasca penundaan telah dimulai pada 15 Juni 2020. Saat ini tahapan Pilkada sudah sampai pada penetapan calon.
Untuk diketahui, Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.